Berita Bitcoin · 6 min read

Bitcoin Ambruk ke US$86.000, Tiga Faktor Ini Jadi Pemicu

bitcoin
Coinvestasi Ads Promo - Advertise

Bitcoin (BTC), aset kripto terbesar di dunia, kembali mencatat penurunan signifikan setelah anjlok ke level US$86.000 untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan. Koreksi tajam ini mencerminkan tekanan pasar yang semakin kuat di tengah sentimen makro yang memburuk.

Menurut data CoinGecko pada Jumat (21/11/2025) pagi, harga Bitcoin turun lebih dari 6% dalam 24 jam terakhir, dari kisaran US$92.000 menuju US$86.100. Level ini menjadi yang terendah sejak April 2025, ketika pasar global sempat terguncang oleh kebijakan tarif impor Amerika Serikat yang memicu kepanikan investor.

Grafik harian BTC/USD. Sumber: CoinGecko

Koreksi tersebut juga menyeret kapitalisasi pasar Bitcoin turun ke US$1,72 triliun, sementara kapitalisasi pasar kripto global merosot ke US$2,97 triliun. Aset kripto besar lainnya turut terkoreksi, dengan Ethereum (ETH) jatuh ke US$2.800 dan mencatat penurunan 6% dalam sehari. XRP, BNB, dan Solana (SOL) juga mengalami pelemahan 4% hingga 6% dalam periode yang sama.

Di pasar derivatif, tekanan jual semakin besar seiring likuidasi mencapai US$831 juta dalam 24 jam terakhir. Posisi long mendominasi kerugian dengan total US$712 juta, menjadikan BTC dan ETH sebagai aset yang paling terdampak gelombang likuidasi.

Likuidasi kripto harian. Sumber: CoinGlass

Baca juga: 5 Faktor Pemicu Bitcoin Ambruk ke Level US$89.000

Sentimen Makro Memburuk Akibat Perubahan Kebijakan The Fed

Salah satu pemicu utama penurunan ini berasal dari perubahan sikap The Federal Reserve yang kembali menunjukkan pendekatan hawkish. Laporan Forbes (20/11/2025) menyebutkan bahwa pasar sebelumnya mengantisipasi pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat. Namun, pernyataan terbaru para pejabat The Fed menegaskan bahwa inflasi masih terlalu tinggi sehingga pemangkasan suku bunga kemungkinan ditunda.

Data CME FedWatch menunjukkan hal yang sama. Hanya 37,6% pelaku pasar yang memperkirakan pemangkasan 25 bps pada Desember, sementara lebih dari 62% memperkirakan tidak ada perubahan. Sebelumnya, peluang kedua skenario ini masih seimbang.

Pudarnya ekspektasi pemangkasan suku bunga membuat pelaku pasar mulai mengurangi eksposur terhadap aset berisiko, termasuk Bitcoin. Ketidakpastian makro ini memicu tekanan jual yang lebih besar dan mempercepat koreksi BTC di pasar spot maupun derivatif.

Baca juga: Bitcoin Masuk Zona Oversold Usai Harga Jatuh di Bawah US$90.000

Aksi Jual Investor Ritel pada ETF Bitcoin dan Ethereum

Selain faktor makro, koreksi pasar kripto juga diperparah oleh aksi jual dari investor ritel pada produk ETF Bitcoin dan Ethereum. Dikutip dari The Block, analis JPMorgan menyebut trader kripto yang sebelumnya memicu koreksi pada Oktober melalui deleveraging di futures kini sudah relatif stabil. Sebaliknya, tekanan terbesar pada November justru berasal dari investor non-kripto, khususnya ritel yang menggunakan ETF Bitcoin dan Ethereum spot untuk masuk ke pasar kripto.

Sepanjang bulan ini, sekitar US$4 miliar telah keluar dari ETF BTC dan ETH, melampaui rekor arus keluar tertinggi sebelumnya pada Februari. Hal ini berbanding terbalik dengan pasar saham, di mana investor ritel justru mencatat arus masuk sekitar US$96 miliar ke ETF ekuitas sepanjang November, termasuk produk leverage. Jika tren ini berlanjut hingga akhir bulan, total arus masuk diperkirakan bisa mencapai US$160 miliar.

JPMorgan menilai pola ini bukan kejadian tunggal. Fenomena serupa terjadi pada Februari, Maret, dan kini November, menunjukkan bahwa investor ritel masih memisahkan kripto dan ekuitas sebagai dua kategori risiko yang berbeda meskipun keduanya sama-sama tergolong aset berisiko.

Baca juga: ETF Bitcoin BlackRock Catat Outflow Harian Terbesar Rp8,7 Triliun di Tengah Koreksi BTC

Tekanan Jual dari Mid-Cycle Wallet yang Mulai Melepas BTC

Laporan terbaru dari VanEck menunjukkan bahwa tekanan jual terbaru turut didorong oleh mid-cycle wallet, yaitu wallet yang terakhir berpindah kepemilikan dalam satu hingga lima tahun terakhir. Kelompok ini mulai merealisasikan keuntungan dan melepas BTC dalam jumlah signifikan seiring meningkatnya volatilitas pasar.

Berbeda dengan mid-cycle wallet, pemegang jangka panjang atau long-term holder tidak menunjukkan pola distribusi besar dan tetap mempertahankan posisi mereka. Aktivitas jual dari mid-cycle wallet inilah yang menambah tekanan di pasar spot dan memperburuk penurunan BTC ke level terendah tujuh bulan terakhir.

Hingga kini, indeks Fear and Greed kripto yang mengukur sentimen pasar terus berada pada fase ketakutan ekstrem, yang membuat para investor enggan untuk masuk ke aset berisiko terutama Bitcoin.

Indeks Fear and Greed kripto. Sumber: Alternative.me

Baca juga: Bitcoin Berpotensi Terkoreksi ke US$75.000, Namun Analis Lihat Peluang Rebound Akhir Tahun

Coinvestasi Ads Promo - Advertise

Disclaimer

Konten baik berupa data dan/atau informasi yang tersedia pada Coinvestasi hanya bertujuan untuk memberikan informasi dan referensi, BUKAN saran atau nasihat untuk berinvestasi dan trading. Apa yang disebutkan dalam artikel ini bukan merupakan segala jenis dari hasutan, rekomendasi, penawaran, atau dukungan untuk membeli dan menjual aset kripto apapun.

Perdagangan di semua pasar keuangan termasuk cryptocurrency pasti melibatkan risiko dan bisa mengakibatkan kerugian atau kehilangan dana. Sebelum berinvestasi, lakukan riset secara menyeluruh. seluruh keputusan investasi/trading ada di tangan investor setelah mengetahui segala keuntungan dan risikonya.

Gunakan platform atau aplikasi yang sudah resmi terdaftar dan beroperasi secara legal di Indonesia. Platform jual-beli cryptocurrency yang terdaftar dan diawasi BAPPEBTI dapat dilihat di sini.

author
Dilla Fauziyah

Editor

arrow

Terpopuler

Loading...
Coinvestasi Ads Promo - Advertise
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...

#SemuaBisaCrypto

Belajar aset crypto dan teknologi blockchain dengan mudah tanpa ribet.

Coinvestasi Update Dapatkan berita terbaru tentang crypto, blockchain, dan web3 langsung di inbox kamu.