Pemula
Untuk kamu yang baru mau mulai masuk dan belajar dasar - dasar cryptocurrency dan blockchain.Temukan ragam materi mulai dari Apa itu Cryptocurrency, apa itu Bitcoin, hingga Apa itu NFT.
Berita Industri · 7 min read
Bank Indonesia telah mengeluarkan whitepaper tentang pembangunan Central Bank Digital Currency (CBDC) yang selanjutnya disebut Proyek Garuda: Menavigasi Arsitektur Digital Rupiah.
Pada hari Rabu, 14 Desember 2022, komunitas NFT di Indonesia yakni IDNFT berkolaborasi dengan Coinvestasi menghadirkan diskusi melalui Twitter Space tentang CBDC dan Digital Rupiah yang akan diimplementasikan.
Diskusi ini menghadirkan pembicara yang kompeten dalam bidang kripto dan moneter seperti Teguh Harmanda dari Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri), Asih Karnengsih dari Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI), dan Glenn Ardi dari Coindesk Indonesia.
Salah satu bahasan diskusi CBDC ini adalah risiko dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan CBDC di Indonesia.
Baca juga: Bank Indonesia Rilis Whitepaper Rupiah Digital
Menurut Managing Director Coindesk Indonesia, Glenn Ardi, ada dua risiko yang mungkin timbul jika CBDC diimplementasikan di Indonesia, yakni aspek privasi dan keamanan.
Privasi dan indepedensi merupakan salah satu semangat dalam pengelolaan aset dengan kata lain kontrol penuh atas aset milik sendiri. Kripto diciptakan untuk bertansisi dari trust system atau centralized system seperti entitas lembaga keuangan menuju trustless system yakni algoritma blockchain.
Dalam hal ini CBDC bisa dibilang berbeda. CBDC mengusung spirit dimana bank sentral memiliki pengendalian terhadap pengelolaan aset, juga distribusi, kemudian banyak hal lainnya terlepas dari banyak manfaatnya seperti efisiensi dalam penerbitan uang
Glenn Ardi, Twitter Space, 14 Desember 2022
Glen juga menjelaskan, tidak mengkhusus di Indonesia tetapi penerapan CBDC secara umum dari segi kekuatan politik, CBDC memungkinkan pemerintah menjadi otoriter dalam artian pemerintah bisa saja dalam alasan tertentu membekukan sebuah rekening.
” Dari segi privasi dan independensi, tentu ini sudah diluar semangat kripto itu sendiri,” katanya.
Dari segi keamanan menurut Glen, meskipun CBDC menggunakan blockchain pada penerapannya, tetap menjadi entitas yang centralized yang memungkinkan terjadinya single point of failure atau kegagalan di satu titik akibat tersentralisasi.
Jika terdapat hacker yang dapat menguasai kendali sistem CBDC yang dimana lebih mudah ketimbang menguasai sistem yang decentralized seperti Bitcoin maka tentu akan berakibat fatal karena bisa menguasai aset dalam skala negara.
Beda halnya dengan sistem perbankan saat ini dimana jika bank komersil terkena peretasan, maka yang menjadi risiko hanya kustodian bank bersangkutan.
Baca juga: Beda CBDC dan Cryptocurency
Sementara itu dalam diskusi yang sama Chairwoman Asosiasi Blockchain Indonesia, Asih Karnengsih, whitepaper saat ini masih bersifat high level dalam teori dan rencana untuk diimplementasikan.
Asih juga menambahkan bahwa dalam pelaksanaan CBDC nanti tentunya akan banyak stakeholder yang terlibat dan kendalanya adalah bagaimana nantinya untuk mengundang stakeholder tersebut untuk masuk ke dalam jaringan atau sistem CBDC.
Kendala lainnya adalah infrastruktur yang ada saat ini di Indonesia khususnya ketersediaan jaringan internet dan akses terhadap perangkat yang nantinya akan digunakan untuk mengakses layanan CBDC.
Kalau kita ngomongin yang namanya CBDC, maka harus ada smartphone dan yang kedua harus ada internet. Tanpa itu semua maka CBDC ga akan berjalan”
Teguh Harmanda, Twitter Space, 14 Desember 2022
Jika dilihat sekarang ini, jaringan internet baru merata di kota-kota besar dan masih kesulitan pada daerah pelosok. Menurut data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pada rentang tahun 2021-2022, pengguna internet di Indonesia mencapai 210 juta atau 77,02% dari total populasi di Indonesia.
Dengan demikian untuk pelaksanaan CBDC yang menjangkau semua, maka terdapat 22,98% dari populasi yang mesti dijangkau oleh internet.
Baca juga: Tiga Tahap Pengembangan Rupiah Digital dari Bank Indonesia
Konten baik berupa data dan/atau informasi yang tersedia pada Coinvestasi hanya bertujuan untuk memberikan informasi dan referensi, BUKAN saran atau nasihat untuk berinvestasi dan trading. Apa yang disebutkan dalam artikel ini bukan merupakan segala jenis dari hasutan, rekomendasi, penawaran, atau dukungan untuk membeli dan menjual aset kripto apapun.
Perdagangan di semua pasar keuangan termasuk cryptocurrency pasti melibatkan risiko dan bisa mengakibatkan kerugian atau kehilangan dana. Sebelum berinvestasi, lakukan riset secara menyeluruh. seluruh keputusan investasi/trading ada di tangan investor setelah mengetahui segala keuntungan dan risikonya.
Gunakan platform atau aplikasi yang sudah resmi terdaftar dan beroperasi secara legal di Indonesia. Platform jual-beli cryptocurrency yang terdaftar dan diawasi BAPPEBTI dapat dilihat di sini.
Topik
Coinvestasi Update Dapatkan berita terbaru tentang crypto, blockchain, dan web3 langsung di inbox kamu.