
Pemula
Untuk kamu yang baru mau mulai masuk dan belajar dasar - dasar cryptocurrency dan blockchain.Temukan ragam materi mulai dari Apa itu Cryptocurrency, apa itu Bitcoin, hingga Apa itu NFT.
Berita Bitcoin · 8 min read
Bitcoin, aset kripto pertama di dunia, terus menunjukkan potensi besar meskipun adopsinya masih dalam tahap awal. Pada 2024, rata-rata nilai transaksi Bitcoin mencapai US$17.800, menunjukkan potensi jangka panjang dengan menjadi salah satu coin yang akan naik nilainya di masa depan, sehingga semakin diminati oleh para investor.
Menurut data terbaru dari sebuah institusi khusus Bitcoin, River Financial Inc, adopsi Bitcoin hanya mencapai sekitar 3% dari potensinya secara global. Artinya, meskipun sudah ada kemajuan signifikan dalam beberapa tahun terakhir, Bitcoin dan aset kripto lainnya masih berada pada tahap awal perkembangan, mirip dengan internet pada era 1990-an atau media sosial pada pertengahan 2000-an.
Bagi investor, ini adalah kesempatan untuk mempertimbangkan Bitcoin sebagai bagian dari strategi portofolio mereka.
Baca juga: 3 Sinyal Penting Bitcoin yang Patut Dipantau Pekan Ini
Adopsi Bitcoin secara global masih berada di tahap awal, tetapi tren positif mulai terlihat. Meskipun hanya 4% populasi dunia yang memiliki Bitcoin, beberapa negara telah mengambil langkah signifikan untuk mendorong penggunaannya.
Dikutip dari Krusial.com, Uni Emirat Arab (UEA) dan Singapura memimpin dalam persentase kepemilikan kripto tertinggi, masing-masing mencapai 25,3% dan 24,4% populasi.
Sementara itu, Indonesia juga menunjukkan peningkatan signifikan dalam indeks adopsi kripto global, naik dari posisi 20 ke peringkat 7 pada 2023, dan bahkan mencapai peringkat 3 dunia pada 2024.
Selain itu, Rusia dan Bolivia mulai melegalkan penambangan Bitcoin pada tahun 2024, sementara Argentina dan Turki mulai mengizinkan pembayaran menggunakan Bitcoin.
Meskipun demikian, jumlah pengguna kripto secara keseluruhan terus meningkat, dengan total 560 juta pengguna crypto di seluruh dunia pada 2024.
Hal ini menunjukkan bahwa minat terhadap aset digital seperti Bitcoin semakin meluas, terutama di wilayah Asia Tenggara, termasuk Thailand, Filipina, dan Vietnam, yang menjadi pemimpin dalam adopsi kripto global.
Salah satu alasan utama meningkatnya minat terhadap Bitcoin adalah kelangkaannya. Bitcoin dirancang dengan pasokan tetap sebesar 21 juta koin, menjadikannya aset yang tidak dapat diproduksi secara berlebihan seperti mata uang fiat.
Selain itu, pertumbuhan pasokan Bitcoin lebih lambat dibandingkan emas atau mata uang tradisional, sehingga meningkatkan daya tariknya sebagai penyimpan nilai (store of value).
Selain itu, menurut Bisnis.com, peluncuran Bitcoin ETF dan keterlibatan bisnis besar juga menjadi pendorong utama lonjakan harga Bitcoin di bull market 2025. Hedge fund dan penasihat investasi memainkan peran penting, meskipun individu masih memegang 70% dari total pasokan Bitcoin.
Meskipun saat ini harga Bitcoin sedang mengalami penurunan, namun ada potensi rebound dalam waktu dekat dan reli bullish di masa mendatang. Dengan tantangan seperti regulasi dan desentralisasi yang bisa diatasi, Bitcoin tetap menawarkan prospek pertumbuhan jangka panjang.
Baca juga: Open Interest Bitcoin Pecah Rekor di Tengah Reli Harga ke US$107.000
Meskipun adopsi meningkat, solusi skalabilitas seperti Lightning Network belum berkembang sesuai harapan. Salah satu alasannya adalah minimnya pedagang yang menerima Bitcoin karena mereka lebih nyaman menggunakan metode pembayaran tradisional.
Biaya transaksi Bitcoin yang relatif rendah juga mengurangi urgensi penggunaan Lightning Network. Namun, jika biaya transaksi meningkat di masa depan, permintaan untuk solusi ini kemungkinan akan tumbuh.
Kebijakan regulasi memegang peran sentral dalam membentuk masa depan Bitcoin. Beberapa negara, seperti Tiongkok dan Afghanistan, masih melarang penggunaan kripto secara menyeluruh, sementara negara lain justru mengambil pendekatan ramah terhadap teknologi blockchain.
Pada 2024, 18 negara telah memiliki Bitcoin melalui penambangan pemerintah, penyitaan, atau pembelian langsung. Menurut Liputan6.com, Bhutan menjadi salah satu negara dengan cadangan Bitcoin terbesar karena aktivitas mining yang didukung oleh sumber daya energi melimpah, bukan melalui penyitaan seperti kebanyakan negara lain.
Baca juga: Bhutan Bentuk Sistem Pembayaran Kripto Nasional Pertama di Dunia
Penyimpanan Bitcoin juga mengalami transformasi signifikan. Pada 2021-2023, lebih dari 70% Bitcoin disimpan di bursa kripto. Namun, pada 2024 angka ini turun menjadi 56.6%, dengan ETF dan platform DeFi mengambil alih sebagian besar penyimpanan.
Implementasi Proof of Reserves menjadi standar industri, mengurangi jumlah Bitcoin yang hilang akibat peretasan.
Baca juga: Arthur Hayes: Bitcoin ke US$110.000 Bisa Jadi Pemicu Altcoin Season
Konten baik berupa data dan/atau informasi yang tersedia pada Coinvestasi hanya bertujuan untuk memberikan informasi dan referensi, BUKAN saran atau nasihat untuk berinvestasi dan trading. Apa yang disebutkan dalam artikel ini bukan merupakan segala jenis dari hasutan, rekomendasi, penawaran, atau dukungan untuk membeli dan menjual aset kripto apapun.
Perdagangan di semua pasar keuangan termasuk cryptocurrency pasti melibatkan risiko dan bisa mengakibatkan kerugian atau kehilangan dana. Sebelum berinvestasi, lakukan riset secara menyeluruh. seluruh keputusan investasi/trading ada di tangan investor setelah mengetahui segala keuntungan dan risikonya.
Gunakan platform atau aplikasi yang sudah resmi terdaftar dan beroperasi secara legal di Indonesia. Platform jual-beli cryptocurrency yang terdaftar dan diawasi BAPPEBTI dapat dilihat di sini.
Coinvestasi Update Dapatkan berita terbaru tentang crypto, blockchain, dan web3 langsung di inbox kamu.