Pemula
Untuk kamu yang baru mau mulai masuk dan belajar dasar - dasar cryptocurrency dan blockchain.Temukan ragam materi mulai dari Apa itu Cryptocurrency, apa itu Bitcoin, hingga Apa itu NFT.
Berita Regulasi · 6 min read
Bitcoin terlihat mengalami koreksi sekitar 5% setelah adanya kabar bahwa harga minyak di Amerika dan beberapa negara yang melonjak.
Harga minyak yang naik ini membuat harga bahan bakar atau bensin mengalami peningkatan yang membuat adanya peningkatan inflasi.
Yang seharusnya menjadi tanda positif untuk aset berisiko seperti crypto justru membuat penurunan harga karena kondisi kebijakan moneter yang berubah saat ini.
Harga minyak dikabarkan telah mengalami peningkatan signifikan kembali di beberapa negara bagian Amerika dan beberapa negara di dunia.
Tercatat bahwa peningkatan harga minyak atau bensin terjadi paling tinggi di California yang mencapai $6 per galon atau sekitar Rp23.300 per liter.
Indonesia sendiri sedang mengalami peningkatan dengan Daerah Riau mengalami harga tertinggi untuk bensin Pertalite mencapai Rp13.000 per liter.
Harga yang meningkat ini telah membuat inflasi mengalami peningkatan terutama di Amerika itu sendiri.
Sejak harga minyak mengalami peningkatan, inflasi di Amerika telah mengalami peningkatan yang signifikan, dan mempengaruhi inflasi di negara rekan ekonominya.
Tercatat bahwa sejak minyak mengalami peningkatan, inflasi naik dari sekitar 7,5% hingga menuju 8,5%. Peningkatan ini membuat inflasi lebih parah dari sebelumnya naik drastis karena adanya kebijakan ekspansif seperti dana bantuan.
Harga minyak yang naik ini dapat meningkatkan inflasi kembali karena secara logika inflasi naik karena jumlah uang beredar yang meningkat.
Dengan harga minyak yang naik maka masyarakat harus membayar atau mengeluarkan uang lebih banyak lagi sehingga menyebabkan inflasi meningkat.
Sayangnya hubungan ini juga bersifat dua arah dimana inflasi yang meningkat juga menyebabkan harga minyak naik.
Hal ini disebabkan inflasi yang naik membuat banyak harga atau biaya lebih mahal karena inflasi membuat daya beli menurun.
Dengan inflasi yang naik maka biaya produksi minyak atau bensin menjadi lebih mahal sehingga produsen terpaksa meningkatkan harga minyak.
Cara untuk menghilangkan kondisi ini adalah dengan mengurangi inflasi secara drastis dari sisi moneter atau bank sentral dan fiskal atau pemerintah.
Saat ini kebijakan fiskal masih belum bersifat kontraktif atau belum membantu mengurangi jumlah uang beredar.
Sebab, saat ini pemerintah masih memberi dana bantuan dan subsidi yang justru menambah jumlah uang beredar.
Mayoritas negara termasuk Amerika masih hanya bergantung pada kebijakan moneter sehingga masih belum secara optimal menurunkan inflasi.
Walau begitu, Amerika terlihat relatif berhasil dengan bulan lalu angka inflasi turun dari 8,5% menjadi 8,3%. Angka inflasi dapat turun drastis namun jika kebijakan fiskal mendukung.
Sayangnya jika kebijakan fiskal mendukung penurunan inflasi tapi masyarakat masih kesulitan untuk produksi dan konsumsi, maka kesejahteraan masyarakat akan dikorbankan. Jadi kemungkinan besar inflasi belum akan turun drastis.
Kondisi inflasi saat ini seharusnya membuat aset berisiko seperti saham dan crypto mengalami peningkatan karena fiat sebagai bagian dari aset pengaman memiliki hubungan negatif dengan aset berisiko.
Namun, kondisi ini tidak terjadi akibat adanya kebijakan kontraktif atau kebijakan untuk mengurangi jumlah uang beredar dari mayoritas bank sentral.
Walau tidak akan menurunkan secara drastis, kebijakan ini berhasil menurunkan inflasi secara perlahan yang membuat fiat mulai naik secara perlahan.
Kondisi ini membuat asumsi investor menjadi negatif terhadap aset berisiko yang juga membuat banyak investor besar kembali beralih ke bank.
Hal ini disebabkan dengan pandangan moneter kontraktif atau hawkish suku bunga acuan di mayoritas bank meningkat.
Jadi banyak yang memilih untuk menjaga kekayaannya melalui jasa perbankan seperti tabungan atau deposito melalui uang fiat.
Sebab dengan fiat yang mulai naik dan keuntungan stabil dari bank maka investor beralih dari aset berisiko yang memberi keuntungan tinggi namun tidak pasti dan memiliki kemungkinan kecil di masa kebijakan ini.
Aset crypto termasuk dalam aset berisiko sehingga saat kabar harga minyak naik maka harganya turun yang diawali oleh Bitcoin.
Pada dini hari ini, Bitcoin mengalami penurunan hingga 5% dan kemungkinan akan terus turun di akhir pekan ini.
Semakin harga minyak naik maka inflasi akan semakin meningkat sehingga membuat urgensi kebijakan kontraktif lebih tinggi, jadi membuat investor khawatir.
Selain itu pada Kamis, 26 Mei 2022, akan ada rapat dari Bank Sentral Amerika yang kemungkinan akan membuat pernyataan baru terkait peningkatan suku bunga acuan di Juni 2022.
Untuk saat ini karena crypto juga masih berada dalam bear market atau kondisi negatif, harapan untuk harga crypto mengalami peningkatan signifikan masih sangat kecil dalam waktu dekat.
Tapi kondisi ini tidak menutup kemungkinan adanya volatilitas yang membuat harga naik secara kecil.
Konten baik berupa data dan/atau informasi yang tersedia pada Coinvestasi hanya bertujuan untuk memberikan informasi dan referensi, BUKAN saran atau nasihat untuk berinvestasi dan trading. Apa yang disebutkan dalam artikel ini bukan merupakan segala jenis dari hasutan, rekomendasi, penawaran, atau dukungan untuk membeli dan menjual aset kripto apapun.
Perdagangan di semua pasar keuangan termasuk cryptocurrency pasti melibatkan risiko dan bisa mengakibatkan kerugian atau kehilangan dana. Sebelum berinvestasi, lakukan riset secara menyeluruh. seluruh keputusan investasi/trading ada di tangan investor setelah mengetahui segala keuntungan dan risikonya.
Gunakan platform atau aplikasi yang sudah resmi terdaftar dan beroperasi secara legal di Indonesia. Platform jual-beli cryptocurrency yang terdaftar dan diawasi BAPPEBTI dapat dilihat di sini.
Topik
Coinvestasi Update Dapatkan berita terbaru tentang crypto, blockchain, dan web3 langsung di inbox kamu.