Editors Choice · 7 min read

OJK: Dana Peretasan BI-Fast Rp200 Miliar Diduga Mengalir ke Aset Kripto

hacker email
Coinvestasi Ads Promo - Advertise

Kasus peretasan BI-Fast kembali menjadi sorotan setelah terungkap bahwa dana hasil kejahatan yang dilakukan melalui aktivitas transfer ilegal di sejumlah bank pembangunan daerah (BPD) dengan total kerugian Rp200 miliar diduga dialihkan ke aset kripto di pasar internasional. Temuan ini menegaskan tantangan besar bagi otoritas keuangan dalam melacak aliran dana ketika kejahatan finansial telah masuk ke jaringan kripto global.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyampaikan bahwa kasus pembobolan BI-Fast tergolong kompleks dan tidak mudah ditangani. Ia menjelaskan bahwa kejahatan ini tidak dilakukan oleh pelaku tunggal, melainkan melibatkan jaringan kriminal yang terorganisasi. Aksi tersebut dijalankan secara sistematis dan terukur, sehingga menyulitkan proses penelusuran dan penindakan.

“Persoalan scam dan serangan siber saat ini memang menjadi tantangan besar dan tidak mudah diatasi,” ujar Dian di Jakarta pada Senin (15/12/2025), dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: OJK Terbitkan Aturan Baru Perdagangan Aset Kripto, Ini Rinciannya

Dana Diduga Mengalir ke Platform Kripto Luar Negeri

OJK menduga dana hasil pembobolan BI-Fast tersebut langsung dialihkan ke aset kripto di pasar internasional. Langkah ini dinilai sebagai upaya pelaku untuk menghilangkan jejak transaksi sekaligus menghindari pemblokiran oleh otoritas keuangan.

Dian menjelaskan bahwa setelah dana dikonversi ke aset kripto dan masuk ke jaringan kripto global, ruang gerak regulator menjadi sangat terbatas. Karakter transaksi kripto yang lintas negara dan tidak terikat pada satu yurisdiksi tertentu membuat proses pelacakan dan pemulihan dana menjadi jauh lebih sulit.

“Yang paling kami khawatirkan adalah dana tersebut tidak bisa diblokir lebih cepat karena sudah dialihkan ke kripto internasional,” kata Dian.

Dalam kondisi tersebut, OJK tidak lagi memiliki kendali langsung untuk menghentikan aliran dana, sehingga peluang pengembalian dana ke sistem keuangan domestik semakin kecil.

Untuk menangani kasus ini, OJK terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan aparat penegak hukum. Selain itu, OJK juga mendorong lembaga internasional agar kejahatan keuangan serupa dipandang sebagai isu global.

Menurut Dian, maraknya kejahatan siber dan penipuan di era mata uang digital tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara lain. Oleh karena itu, penanganannya membutuhkan kerja sama lintas negara dan lintas yurisdiksi.

Sejalan dengan OJK, Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menyatakan bahwa kasus tersebut saat ini tengah ditangani oleh pihak berwajib. Bank Indonesia terus memantau perkembangan penanganan kasus serta melakukan koordinasi intensif dengan OJK dan aparat hukum.

“BI terus berkoordinasi dengan OJK dan penegak hukum untuk memastikan proses pemulihan dan penguatan keamanan berjalan konsisten,” ujar Denny.

Ia juga menegaskan bahwa BI bersama industri sistem pembayaran terus memperkuat keamanan dan keandalan sistem pembayaran nasional, sekaligus menjaga keberlanjutan transformasi digital di sektor keuangan.

Baca juga: OJK: Investor Kripto Indonesia Tembus 19,08 Juta Pengguna

Peningkatan Adopsi Kripto Hadirkan Tantangan Baru dalam Pengawasan Kejahatan Keuangan

Peningkatan adopsi aset kripto yang berkembang pesat turut membuka celah baru bagi pelaku kejahatan untuk memanfaatkan aset digital dalam berbagai tindak pidana. Fenomena ini telah menjadi perhatian regulator dalam beberapa tahun terakhir.

Pada September 2024, Wakil Jaksa Agung Feri Wibisono menyatakan bahwa aset kripto semakin sering digunakan dalam berbagai modus kejahatan, terutama tindak pidana pencucian uang (TPPU). Menurutnya, aset kripto kerap dimanfaatkan untuk menyamarkan hasil kejahatan melalui sistem enkripsi blockchain yang sulit diakses pihak luar. Proses konversi dari rupiah ke aset kripto juga memperumit penelusuran aliran dana.

Untuk memperkuat pengawasan, Kejaksaan Agung menjalin kerja sama dengan Bappebti dan OJK dalam menyusun standar serta petunjuk teknis penanganan perkara yang melibatkan barang bukti aset kripto.

Sebelumnya, mantan Presiden RI Joko Widodo juga menyinggung adanya indikasi praktik pencucian uang dengan nilai mencapai ratusan triliun rupiah. Ia menegaskan bahwa penanganan TPPU harus dilakukan secara komprehensif, seiring munculnya berbagai modus baru yang memanfaatkan aset digital.

Baca juga: Jokowi Sebut Ada Indikasi Pencucian Uang Via Kripto Senilai Rp139 Triliun






Coinvestasi Ads Promo - Advertise

Disclaimer

Konten baik berupa data dan/atau informasi yang tersedia pada Coinvestasi hanya bertujuan untuk memberikan informasi dan referensi, BUKAN saran atau nasihat untuk berinvestasi dan trading. Apa yang disebutkan dalam artikel ini bukan merupakan segala jenis dari hasutan, rekomendasi, penawaran, atau dukungan untuk membeli dan menjual aset kripto apapun.

Perdagangan di semua pasar keuangan termasuk cryptocurrency pasti melibatkan risiko dan bisa mengakibatkan kerugian atau kehilangan dana. Sebelum berinvestasi, lakukan riset secara menyeluruh. seluruh keputusan investasi/trading ada di tangan investor setelah mengetahui segala keuntungan dan risikonya.

Gunakan platform atau aplikasi yang sudah resmi terdaftar dan beroperasi secara legal di Indonesia. Platform jual-beli cryptocurrency yang terdaftar dan diawasi BAPPEBTI dapat dilihat di sini.

author
Dilla Fauziyah

Editor

arrow

Terpopuler

Loading...
Coinvestasi Ads Promo - Advertise
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...

#SemuaBisaCrypto

Belajar aset crypto dan teknologi blockchain dengan mudah tanpa ribet.

Coinvestasi Update Dapatkan berita terbaru tentang crypto, blockchain, dan web3 langsung di inbox kamu.