Berita Industri · 6 min read

CEO Circle Ungkap Dua Solusi Hentikan Dedolarisasi AS

CEO CIRCLE CONSENSUS

Coinvestasi.com, Austin. Dedolarisasi Amerika Serikat (AS) mulai menjadi isu hangat sejak aliansi dagang BRICS mengungkapkan rencananya untuk mulai meninggalkan mata uang negara adidaya tersebut.

Dedolarisasi adalah proses penggantian penggunaan dolar sebagai mata uang utama yang sering digunakan untuk perdagangan minyak hingga perjanjian perdagangan antar negara.

Dalam forum internasional Consensus 2023: A 10-Year Rollercoaster Toward a New Model of Money (26/4) yang berlangsung di Austin, Amerika Serikat, CEO Circle, Jeremy Allaire, mengemukakan dua poin solusi yang dapat mempertahankan dominasi dolar AS di dunia dan menghentikan dedolarisasi.

Baca Juga: US Dollar Akan Ditinggalkan, Begini Pengaruhnya ke Pasar Kripto

Pernyataan Jeremy Allaire

Alasan Dedolarisasi AS

CEO Circle, Jeremy Allaire, mengungkapkan bahwa isu dedolarisasi berkembang seiring menurunnya kepercayaan publik terhadap perbankan AS. Di sisi lain, ia melihat bahwa stablecoin dolar berpotensi menyelamatkan dominasi dolar secara global.

“Itu [dedolarisasi] adalah reaksi terhadap krisis keuangan global tahun 2008. Saya pribadi menghabiskan banyak waktu untuk mencoba memahami sifat uang, bagaimana sistem perbankan [bekerja], sistem moneter internasional, sebelum saya memiliki pengetahuan apa pun tentang Bitcoin atau semua ini,” ungkap Jeremy Allaire.

Ia juga mengatakan bahwa kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB) merupakan pengingat bagi perusahaan kripto, termasuk Circle, mengapa mereka didirikan sepuluh tahun lalu.

Ia juga menyoroti lahirnya Whitepaper Bitcoin yang dirilis pada 2008 karena adanya kegagalan bank besar di AS, di mana saat itu pembayar pajak dipaksa untuk membayar tagihan atas keputusan berisiko yang dibuat oleh bank investasi.

Baca Juga: Pendapat Ahli Terkait Keruntuhan Bank Ramah Kripto

Dua Solusi Selamat dari Dedolarisasi AS

Menurut Allaire, ada dua poin solusi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keamanan dan daya saing dolar.

Pertama, dolar harus dilepaskan sebagai tipe data asli di internet, sehingga dapat diakses dan diintegrasikan secara terbuka.

Dengan adanya integrasi yang lebih baik antara dolar dan teknologi digital, maka transaksi keuangan dapat dilakukan secara lebih mudah, cepat, efisien, dan transparan.

Kedua, risiko IOU (I Owe You) dari pinjaman bank yang mendasari uang elektronik harus dihapuskan dan token pembayaran harus dipisahkan dari token pinjaman.

Saat ini, uang elektronik yang disimpan di bank biasanya terkait dengan pinjaman yang diberikan oleh bank kepada nasabah. Oleh karena itu, jika bank mengalami kebangkrutan, maka uang elektronik yang disimpan oleh nasabah juga dapat terancam hilang.

Untuk menghindari hal ini, risiko IOU harus dihilangkan. Selain itu, token pembayaran seperti kartu kredit harus dipisahkan dari token pinjaman.

Stablecoin di Mata Regulator Federal AS

Dalam laporan Departemen Keuangan November 2021, pemerintah mengatakan stablecoin berperan penting dalam menjaga stabilitas pasar dan sistem keuangan AS, tetapi juga berpotensi menimbulkan risiko sistemik jika tidak diatur dengan baik.

Untuk itu, pemerintah merasa penting untuk memastikan bahwa stablecoin didukung oleh aset yang aman dan likuid, seperti uang tunai dan surat berharga pemerintah AS, untuk mengurangi risiko dan memperkuat kepercayaan masyarakat.

Baca Juga: Regulator AS Perkenalkan RUU Stablecoin, Ini Poin Pentingnya!

Negara yang Mulai Tinggalkan Dolar AS

Salah satu founder BitMEX, Arthur Hayes baru-baru ini menerbitkan sebuah esai yang mengatakan bahwa dedolarisasi global mungkin menjadi kenyataan.

Banyak kesepakatan internasional menunjukkan negara-negara sedang mencari alternatif untuk mengurangi ketergantungan mereka terhadap USD.

China dan Brasil telah telah sepakat untuk mengurangi penggunaan dolar AS dan beralih ke mata uang masing-masing, yaitu yuan dan real. Nilai kesepakatan tersebut diperkirakan mencapai US$171 miliar.

Selanjutnya, aliansi dagang BRICS, yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, sedang bersiap meninggalkan dolar AS serta euro Eropa dalam transaksi antarnegara.

Rencana ini sudah dicetuskan sejak 2009, kemudian digaungkan kembali setelah sanksi barat kepada Rusia terkait serangan Ukraina.

Selain itu, India juga sudah mulai meningkatkan penggunaan rupee dalam perdagangan dengan menandatangani perjanjian dengan 17 negara, termasuk Malaysia dan Uni Emirat Arab.

Tak ketinggalan, sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina juga sudah sepakat menggunakan transaksi mata uang lokal (LCT).

Baca juga: Alibaba dan WeChat Terima Pembayaran dengan Yuan Digital

Disclaimer

Konten baik berupa data dan/atau informasi yang tersedia pada Coinvestasi hanya bertujuan untuk memberikan informasi dan referensi, BUKAN saran atau nasihat untuk berinvestasi dan trading. Apa yang disebutkan dalam artikel ini bukan merupakan segala jenis dari hasutan, rekomendasi, penawaran, atau dukungan untuk membeli dan menjual aset kripto apapun.

Perdagangan di semua pasar keuangan termasuk cryptocurrency pasti melibatkan risiko dan bisa mengakibatkan kerugian atau kehilangan dana. Sebelum berinvestasi, lakukan riset secara menyeluruh. seluruh keputusan investasi/trading ada di tangan investor setelah mengetahui segala keuntungan dan risikonya.

Gunakan platform atau aplikasi yang sudah resmi terdaftar dan beroperasi secara legal di Indonesia. Platform jual-beli cryptocurrency yang terdaftar dan diawasi BAPPEBTI dapat dilihat di sini.

author
Anggita Hutami

Editor

arrow

Terpopuler

Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...

#SemuaBisaCrypto

Belajar aset crypto dan teknologi blockchain dengan mudah tanpa ribet.

Coinvestasi Update Dapatkan berita terbaru tentang crypto, blockchain, dan web3 langsung di inbox kamu.