Linkedin Share
twitter Share

Trading · 7 min read

3 Cara Analisis Risiko Dasar Proyek Kripto

3 Cara Analisis Risiko Dasar Proyek Kripto

Bull market 2021 dan bear market 2022 telah mengajarkan kepada pasar kripto bahwa semua hal dapat terjadi, mulai dari keuntungan tinggi hingga kerugian tinggi. 

Dalam dua tahun terakhir pasar kripto melihat banyak kejadian unik mulai dari adanya proyek yang tenar dalam waktu singkat hingga proyek yang hilang akibat peretasan, kebangkrutan, hingga terjerat permasalahan legalitas. 

Dalam bear market ini mayoritas proyek yang kurang baik mulai terlihat hancur dan investor harus jeli untuk melihat potensi kehancuran tersebut, tidak hanya dengan analisis fundamental tapi juga dengan analisis risiko dasar. 

Berikut adalah tiga analisis risiko dasar untuk membantu menentukan apakah proyek kripto tersebut baik untuk didukung atau tidak. 

Analisis Risiko Bisnis

Pertama adalah analisis risiko bisnis, dimana langkah paling dasarnya adalah dengan melihat apakah pendapatan proyek tersebut lebih besar dibandingkan pengeluarannya. 

Untuk proyek baru, umumnya pengeluaran akan lebih besar dari pendapatan karena masih dalam tahap awal sehingga perlu mengeluarkan biaya pemasaran. 

Tapi dalam jangka panjang model bisnis seperti ini akan merugikan karena pendapatan perusahaan lebih kecil dari pengeluarannya, dan jika kondisi ini terus bertahan maka perusahaan tersebut harus bergantung pada perusahaan lain untuk menyuntikan dana lagi atau akuisisi, yang membuat ada kemungkinan proyeknya berubah. 

Jika proyek tersebut berubah ada kemungkinan investornya akan dirugikan karena ada kemungkinan seluruh model bisnisnya berubah dan token atau koin yang terikat dengan proyek tersebut ditinggalkan. 

Jadi model bisnis proyek yang seperti ini memiliki risiko tinggi karena menjadi dasar ketersediaan dana yang dimiliki perusahaan untuk bergerak maju, sehingga perlu dipahami oleh investor. 

Insight dan Networking Bersama Crypto Enthusiast

Pemahaman dasar terkait pendapatan dan pengeluaran ini adalah hal yang penting untuk dipahami karena telah menjadi penyebab banyaknya proyek kripto yang hancur. 

Salah satu contohnya adalah proyek Anchor Protocol dari Terra (LUNA) yang juga menjadi penyebab hancurnya proyek Terra. 

Anchor Protocol memiliki mekanisme dimana investor yang meminjam akan mendapatkan token ANC dan yang meminjamkan akan dapat return bunga berupa UST atau token lain bergantung pada yang disediakan. 

Kondisi ini membuat adanya dua pengeluaran yang harus dilakukan oleh Anchor Protocol tapi proyek ini hanya memiliki satu pendapatan yaitu dari bunga yang dibayarkan oleh investor yang meminjam kripto di platformnya. 

Selisih antara bunga pinjaman yang dibayar peminjam dan yang harus Anchor Protocol bayar ke yang meminjamkan juga kecil, sehingga membuat ketersediaan dananya kecil, ditambah lagi dana tersebut harus dikurangi untuk imbalan ANC yang diberikan kepada yang meminjam crypto di platformnya. 

Model bisnis ini membuat Anchor Protocol berisiko tinggi karena jika ada volatilitas tinggi maka akan terjadi penarikan dana yang membuat ketersediaan dana terus berkurang, dan ini yang terjadi pada saat Terra hancur. 

Ini hanya salah satu contoh, namun kondisi ini perlu dipahami investor terutama jika ketidakseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran suatu proyek dapat berdampak besar pada proyek lain dalam ekosistemnya. 

Analisis Risiko Teknologi

Kedua adalah analisis risiko teknologi dimana investor harus memahami apakah smart contract atau blockchain dari proyek yang diinvestasikan mudah untuk dieksploitasi atau diretas. 

Blockchain sendiri merupakan teknologi yang rumit dan aman namun masih memiliki cela untuk diretas apa bila developer atau penciptanya menggunakan sistem keamanan yang lemah. 

Dua cela yang bisa digunakan hacker dalam meretas blockchain adalah mengambil alih 51% dari validator jaringan dan mencari cela dalam keamanan entah karena sistem keamanan yang rendah atau adanya cela keamanan yang tidak diperbaiki sejak blockchain berdiri. 

Kedua hal ini perlu dipahami agar memastikan bahwa blockchain yang investor dukung tidak mudah untuk diretas. 

Umumnya cela ini bisa dilihat melalui validator dimana jika validator tidak tersebar secara merata atau adanya validator yang mengendalikan sebagian besar node, maka peretasan atau penyerangan akan lebih mudah dilakukan. 

Selain itu, untuk melihat keamanan yang rendah dari suatu blockchain, investor juga dapat melihat apakah sistem yang digunakan mengedepankan kecepatan transaksi saja atau tidak. 

Sebab, umumnya blockchain yang mengedepankan kecepatan tinggi saja, memiliki keamanan yang rendah. 

Untuk aplikasi terdesentralisasi investor dapat melihat apakah ada cela eksploitasi keamanan dan smart contract. 

Baca juga: Bridge Blockchain Harmony Kena Hack! $100 Juta Hilang

Contoh paling mudah adalah dengan melihat apakah suatu aplikasi dapat mudah dibobol atau tidak. Tapi tentu masing-masing aplikasi memiliki mekanisme yang berbeda sehingga tidak semua bisa disamakan. 

Contoh cela yang telah dimanfaatkan peretas adalah cela pada aplikasi bridge yang memiliki sistem multi signature dimana untuk melakukan validasi transaksi aplikasi tersebut hanya butuh sebagian dari seluruh validator yang ada. 

Mekanisme ini telah memakan korban seperti yang terjadi pada Wormhole, Ronin, dan Horizon Bridge milik Solana, Axie Infinity, dan Harmony. 

Cela lain yang diperhatikan adalah pada pemilik proyek dimana harus diketahui apakah pemilik proyek akan lebih rentan terhadap phising atau tidak, yang akhir-akhir ini digunakan untuk meretas proyek. 

Caranya adalah dengan melihat latar belakang individu yang bertanggung jawab untuk menyimpan kunci keamanan suatu proyek apakah memiliki latar belakang keamanan teknologi yang baik atau tidak. 

Analisis Risiko Legalitas

Ketiga adalah analisis risiko legalitas yaitu melihat apakah koin atau token yang dibeli memiliki sifat yang relatif sama dengan saham. 

Hal ini disebabkan jika token atau koin yang dibeli memiliki akses dan keuntungan layaknya pemegang saham, pemerintah dapat menganggap kripto tersebut sebagai saham ilegal dan kemudian menutup proyek tersebut, meninggalkan investor dengan kerugian tinggi. 

Contoh kasus yang sedang terjadi saat ini adalah Ripple (XRP) dengan Securities and Exchange Commission (SEC) yang merupakan lembaga pengawas keuangan di Amerika. 

Kasus ini adalah kasus dimana pemerintah menganggap bahwa XRP adalah sebuah saham ilegal dan kasus ini telah berjalan sejak 2020, membuat sentimen negatif kepada XRP. 

Kasus ini bisa jadi contoh bahwa investor harus teliti dalam melihat sebuah kripto terutama dari sisi token economicsnya dan sifat token atau koin itu sendiri. 

Tiga hal yang perlu dilihat adalah persebaran kripto kepada pasar dan tim internal serta penasihat, periode vesting, dan apa manfaat dari kripto tersebut untuk investor awal dan penasihat. 

XRP memiliki persebaran yang relatif terpusat pada pendiri perusahaan dan tim internal sehingga membuat sifatnya hampir mirip seperti saham karena yang beredar di pasar lebih kecil dibandingkan tim dan untuk penasihat. 

Baca juga: Bos Ripple Sebut SEC Pilih Kasih dengan Ethereum

Kedua adalah periode vesting, dimana investor harus memahami kapan investor awal, tim, dan penasihat dapat menjual kepemilikannya. 

Jika kurun waktunya singkat maka ketiga pihak tersebut dapat menjual setelah investor lain bisa membeli yang dapat mendorong harga turun drastis. 

Kondisi ini dapat memancing kontroversi dan membuat proyek tersebut berpotensi dituntut atas manipulasi harga, yang dapat menjadi sentimen negatif. 

Terakhir adalah yang terpenting yaitu melihat apa yang investor awal, tim, dan penasihat dapatkan dengan memiliki kripto tersebut. 

Jika ketiga pihak tersebut memiliki hak khusus seperti mendapatkan sebagian keuntungan, hak suara yang tidak didapatkan investor lain, atau persentase keuntungan dari penjualan produk atau jasa, maka kripto tersebut dapat dianggap sebagai saham. 

Apa bila kondisi itu terjadi maka proyek dapat dituntut dan dihukum atas penjualan saham ilegal oleh pemerintah yang dapat membuat proyek ditutup. 

Ketiga hal ini perlu dipahami untuk menambah analisis investor sebelum membeli kripto dalam tujuan investasi jangka panjang untuk meminimalisir risiko. 

Disclaimer

Konten baik berupa data dan/atau informasi yang tersedia pada Coinvestasi hanya bertujuan untuk memberikan informasi dan referensi, BUKAN saran atau nasihat untuk berinvestasi dan trading. Apa yang disebutkan dalam artikel ini bukan merupakan segala jenis dari hasutan, rekomendasi, penawaran, atau dukungan untuk membeli dan menjual aset kripto apapun.

Perdagangan di semua pasar keuangan termasuk cryptocurrency pasti melibatkan risiko dan bisa mengakibatkan kerugian atau kehilangan dana. Sebelum berinvestasi, lakukan riset secara menyeluruh. seluruh keputusan investasi/trading ada di tangan investor setelah mengetahui segala keuntungan dan risikonya.

Gunakan platform atau aplikasi yang sudah resmi terdaftar dan beroperasi secara legal di Indonesia. Platform jual-beli cryptocurrency yang terdaftar dan diawasi BAPPEBTI dapat dilihat di sini.

Topik

author
Naufal Muhammad

Editor

arrow

Terpopuler

Loading...
Coinvestasi Update Dapatkan berita terbaru tentang crypto, blockchain, dan web3 langsung di inbox kamu.
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...

#SemuaBisaCrypto

Belajar aset crypto dan teknologi blockchain dengan mudah tanpa ribet.

Coinvestasi Update Dapatkan berita terbaru tentang crypto, blockchain, dan web3 langsung di inbox kamu.