Berita Regulasi · 8 min read

Indonesia dan Australia Kerja Sama Soal Pajak Kripto

Indonesia Australia

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Indonesia dan Kantor Pajak Australia (ATO) menandatangani Nota Kesepahaman untuk pengaturan pertukaran informasi kripto pada tanggal 22 April di Kedutaan Besar Australia di Jakarta.

Dalam rilis resminya, kerja sama ini mencakup pertukaran informasi untuk meningkatkan deteksi aset yang mungkin memiliki kewajiban pajak di salah satu negara. Artinya, otoritas pajak dapat berbagi data dan informasi terkait aset kripto dengan lebih baik, serta bertukar pengetahuan untuk memastikan kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan.

“Meskipun aset kripto relatif baru, kebutuhan untuk memastikan perpajakan yang adil tetap penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memberikan pendapatan bagi investasi publik yang penting di berbagai bidang seperti infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan,” kata Mekar Satria Utama, Direktur Perpajakan Internasional DJP. 

Belinda Darling, Asisten Komisaris ATO, menegaskan pengaturan tersebut didasarkan pada hubungan yang kuat antara DJP dan ATO.

“Kemitraan antara DJP dan ATO sudah berjalan hampir dua dekade dan kini fokus pada penguatan sistem perpajakan di kedua negara dan meningkatkan kolaborasi kita dalam menghadapi tantangan global yang kompleks,” katanya.

ATO dan DJP telah berkolaborasi dalam berbagai prioritas DJP, termasuk modernisasi dan digitalisasi layanan wajib pajak melalui pembentukan asisten pajak virtual, dan penerapan pajak pertambahan nilai atas barang dan jasa digital. ATO dan DJP terus bermitra dengan DJP terkait perpajakan internasional dan reformasi yang lebih luas.

Baca juga: Bappebti dan Asosiasi akan Usulkan Penurunan Pajak Kripto Setengahnya

Aturan Pajak Kripto di Indonesia dan Australia

Indonesia dan Australia merupakan dua negara yang sudah menerapkan pajak pada aset kripto. Di Indonesia kripto dikenakan pajak PPh untuk penjual aset kripto terdaftar pajak yang harus dibayarkan sebesar 0,1% dari nilai transaksi, sementara PPN adalah 0,11% dari nilai transaksi, angka ini khusus untuk transaksi di exchange kripto terdaftar. Sedangkan di exchange tidak terdaftar dikenakan pungutan pajak lebih tinggi yakni PPh 0,2% dan PPN sebesar 0,22%.

Sementara itu, di Australia, kripto dikenakan pajak berdasarkan sistem pajak keuntungan modal yang ditentukan dengan mengurangkan basis biaya (termasuk biaya transaksi) dari harga penjualan kripto.

Jika memegang kripto selama lebih dari 12 bulan sebelum menjualnya, bisa mendapatkan diskon pajak 50%. Keuntungan modal ditambahkan ke pendapatan biasa  dan dikenakan pajak berdasarkan tarif pajak marjinal.

Baca juga: Sistem Inovatif Gyeonggi Sukses Tagih Pajak Kripto Miliaran Rupiah

Disclaimer

Konten baik berupa data dan/atau informasi yang tersedia pada Coinvestasi hanya bertujuan untuk memberikan informasi dan referensi, BUKAN saran atau nasihat untuk berinvestasi dan trading. Apa yang disebutkan dalam artikel ini bukan merupakan segala jenis dari hasutan, rekomendasi, penawaran, atau dukungan untuk membeli dan menjual aset kripto apapun.

Perdagangan di semua pasar keuangan termasuk cryptocurrency pasti melibatkan risiko dan bisa mengakibatkan kerugian atau kehilangan dana. Sebelum berinvestasi, lakukan riset secara menyeluruh. seluruh keputusan investasi/trading ada di tangan investor setelah mengetahui segala keuntungan dan risikonya.

Gunakan platform atau aplikasi yang sudah resmi terdaftar dan beroperasi secara legal di Indonesia. Platform jual-beli cryptocurrency yang terdaftar dan diawasi BAPPEBTI dapat dilihat di sini.

author
Anisa Giovanny

Editor

arrow

Terpopuler

Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...

#SemuaBisaCrypto

Belajar aset crypto dan teknologi blockchain dengan mudah tanpa ribet.

Coinvestasi Update Dapatkan berita terbaru tentang crypto, blockchain, dan web3 langsung di inbox kamu.