Bitcoin Berpotensi Jatuh ke US$72.000 Jika Hal Ini Terjadi

Sebuah analisis terbaru dari CryptoQuant mengungkapkan bahwa harga Bitcoin (BTC) berpotensi melanjutkan penurunan lebih dalam hingga ke kisaran US$72.000 dalam satu hingga dua bulan ke depan apabila gagal mempertahankan level psikologis US$100.000.

Dikutip dari laporan The Block pada Selasa (4/11/2025), Head of Research CryptoQuant, Julio Moreno, menjelaskan bahwa tekanan jual masih mendominasi pasar setelah terjadinya likuidasi besar-besaran pada 10 Oktober, yang menjadi salah satu peristiwa terbesar dalam sejarah pasar kripto.

“Jika harga tidak mampu bertahan di area sekitar US$100.000 dan kembali menembus ke bawah, risiko koreksi menuju US$72.000 dalam waktu satu hingga dua bulan akan meningkat,” jelas Moreno.

Pada Rabu (5/11/2025), harga Bitcoin sempat jatuh di bawah US$100.000 untuk pertama kalinya sejak Juni, sebelum rebound tipis dan bergerak di kisaran US$101.000 saat artikel ini ditulis. Koreksi ini turut menyeret pasar kripto secara keseluruhan, dengan kapitalisasi pasar global turun sekitar 3% menjadi US$3,38 triliun.

Moreno menambahkan bahwa tren pelemahan tersebut mencerminkan turunnya permintaan spot terhadap Bitcoin sejak peristiwa likuidasi besar itu terjadi.

“Sejak saat itu, permintaan Bitcoin spot terus menyusut. Di Amerika Serikat, investor juga menunjukkan minat yang lebih rendah, terlihat dari arus keluar ETF yang negatif serta premi harga negatif di Coinbase,” ujarnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa Indeks Bull Score CryptoQuant saat ini berada di level 20, yang menunjukkan kondisi pasar masih berada dalam zona bearish ekstrem sejak awal Oktober.

Baca juga: Bitcoin Mulai Kehilangan Tenaga, Sulit Tembus US$125.000 Tahun Ini

Sentimen Makro dan Tekanan Investor Institusional

Penurunan harga Bitcoin juga dipengaruhi oleh meningkatnya kekhawatiran makroekonomi global, terutama terkait arah kebijakan suku bunga dan kondisi ekonomi Amerika Serikat.

Menurut Gerry O’Shea, Head of Global Market Insights di Hashdex, sejumlah faktor seperti kemungkinan penundaan pemangkasan suku bunga oleh The Fed, kekhawatiran atas tarif perdagangan, serta kondisi pasar kredit dan valuasi saham turut memperburuk sentimen risiko di pasar kripto maupun aset lainnya.

“Bitcoin juga terpengaruh oleh aksi jual dari pemegang jangka panjang, yang merupakan fenomena wajar seiring dengan kematangan aset dan kenaikan harga dalam jangka panjang,” kata O’Shea.

Meski level US$100.000 dinilai penting secara psikologis, O’Shea menegaskan bahwa penurunan ini tidak mengubah prospek jangka panjang Bitcoin.

“Arus masuk ke ETF dan tingkat adopsi institusional tetap kuat. Banyak lembaga keuangan tradisional terus membangun infrastruktur dan produk berbasis aset digital,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa faktor struktural seperti potensi peningkatan likuiditas di sistem keuangan global setelah berakhirnya kebijakan quantitative tightening (QT) oleh The Fed dapat menjadi katalis positif bagi Bitcoin.

“Kombinasi faktor ini mendukung pandangan kami bahwa Bitcoin masih berpeluang mencetak rekor tertinggi baru dalam beberapa bulan mendatang,” pungkas O’Shea.

Baca juga: Bitcoin Jatuh ke US$100.000, Terlemah Sejak Juni 2025