Berita Bitcoin · 7 min read

3 Alasan Bitcoin Gagal Tembus Level US$90.000

bitcoin
Coinvestasi Ads Promo Coinfest Asia 2025

Pada akhir Maret 2025, Bitcoin sempat mencoba menembus level resistance $90.000, namun gagal dan hanya mampu menyentuh angka tertinggi mingguan di US$88.780 pada Senin (24/3/2025).

Hingga artikel ini ditulis, Bitcoin masih belum berhasil melewati level resistance psikologis di angka US$88.000. Sebaliknya, harga justru terus melemah. Jika dilihat dari grafik time frame 1 jam, membentuk pola lower high dan lower low, sehingga saat ini masih tertahan di bawah US$87.000.

Grafik time frame satu jam Bitcoin. Sumber: Coinvestasi/TradingView

Secara teknikal, kondisi ini menunjukkan bahwa Bitcoin akan menghadapi tantangan berat untuk kembali menguji level $90.000 dalam waktu dekat.

Menurut laporan mingguan The Week On-Chain dari Glassnode, ada tiga faktor utama yang menyebabkan Bitcoin belum mampu menembus level psikologis tersebut.

Baca juga: Analis Ungkap 3 Risiko Terbesar Pasar Kripto di 2025

Tekanan Jual dari Investor Jangka Pendek

Glassnode mencatat bahwa tekanan jual terbesar saat ini berasal dari kelompok pemegang jangka pendek atau short-time holder (STH), yakni investor yang memegang Bitcoin kurang dari 155 hari. Dalam siklus saat ini, pasar Bitcoin tergolong top heavy, di mana sebagian besar pasokan dipegang oleh investor yang membeli Bitcoin di harga tinggi. Akibatnya, STH menjadi pihak yang paling terdampak oleh koreksi harga 30% sejak puncaknya.

STH mendominasi realized loss Bitcoin. Sumber: Glassnode

Analis Glassnode menyatakan bahwa volume Bitcoin yang dipegang oleh STH dalam kondisi rugi telah mencapai 3,4 juta BTC, angka tertinggi sejak Juli 2018. Hal ini menunjukkan tekanan jual yang signifikan dari kelompok tersebut.

Tekanan ini juga tercermin dalam skor tren akumulasi Bitcoin, sebuah metrik yang mengukur aktivitas beli-jual investor. Skor tren akumulasi BTC terus berada di bawah 0,1 sejak harga turun dari US$108.000 ke kisaran US$93.000–US$97.000. Skor di bawah 0,5 mengindikasikan distribusi atau aksi jual, sementara skor di bawah 0,1 menandakan tekanan jual yang sangat tinggi.

Baca juga: Analis Optimis Bitcoin Punya 75% Peluang Cetak ATH Baru di 2025

Kondisi Likuiditas yang Menyusut

Faktor kedua yang menghambat pergerakan Bitcoin adalah menyusutnya likuiditas di pasar. Volume transfer on-chain harian saat ini turun menjadi sekitar US$5,2 miliar, merosot 47% dari puncaknya saat harga Bitcoin mencapai rekor tertinggi.

Selain itu, jumlah alamat aktif juga ikut menurun sebesar 18%, dari 950.000 pada November 2024 menjadi 780.000 saat ini. Di sisi lain, open interest (OI) di pasar futures Bitcoin juga turun tajam sebesar 24%, dari US$71,85 miliar menjadi US$54,65 miliar. Sementara funding rate pada perpetual futures mulai melandai.

Kondisi deleveraging dan penyusutan likuiditas ini, ditambah dengan hanya 2,5% dari total suplai yang berpindah dalam kondisi untung selama koreksi, membuat pasar kekurangan daya dorong untuk menembus US$90.000 karena tidak cukupnya permintaan beli untuk menyerap tekanan jual.

Baca juga: Fitur Baru ChatGPT Picu Lonjakan Meme Coin Bertema Ghibli di Solana

Minimnya Permintaan Bitcoin Baru

Glassnode juga menyoroti bahwa siklus bullish kali ini kekurangan permintaan baru dari pembeli. Peta sebaran basis biaya atau disebut Cost Basis Distribution Heatmap menunjukkan bahwa pasokan Bitcoin saat ini lebih terkonsentrasi di level harga tinggi yakni berkisar US$100.000–US$108.000, namun tidak ada lonjakan pembelian signifikan di harga bawah yang biasanya mendorong pemulihan harga.

Zona Euforia Bitcoin. Sumber: Glassnode

Faktor ini diperparah oleh ketidakpastian ekonomi global, yang membuat investor baru enggan masuk. Hal ini terlihat dari tren arus modal yang mulai negatif, ketika biaya rata-rata pembelian investor jangka pendek dengan rentang waktu 1 minggu–1 bulan turun di bawah biaya rata-rata untuk periode 1–3 bulan.

Meskipun kondisi saat ini tampak kurang mendukung, analis Glassnode mencatat bahwa kelompok pemegang jangka panjang atau disebut long-term holder (LTH) masih menguasai sekitar 40% dari total nilai investasi di jaringan Bitcoin.

Artinya, fase akumulasi berkepanjangan seperti sekarang bisa memperketat suplai dan menciptakan kondisi yang lebih baik untuk gelombang permintaan baru, begitu pasar menunjukkan sinyal tren naik yang lebih kuat.

Baca juga: Intip Faktor Kenaikan Harga Bitcoin Pekan Ini!

Disclaimer

Konten baik berupa data dan/atau informasi yang tersedia pada Coinvestasi hanya bertujuan untuk memberikan informasi dan referensi, BUKAN saran atau nasihat untuk berinvestasi dan trading. Apa yang disebutkan dalam artikel ini bukan merupakan segala jenis dari hasutan, rekomendasi, penawaran, atau dukungan untuk membeli dan menjual aset kripto apapun.

Perdagangan di semua pasar keuangan termasuk cryptocurrency pasti melibatkan risiko dan bisa mengakibatkan kerugian atau kehilangan dana. Sebelum berinvestasi, lakukan riset secara menyeluruh. seluruh keputusan investasi/trading ada di tangan investor setelah mengetahui segala keuntungan dan risikonya.

Gunakan platform atau aplikasi yang sudah resmi terdaftar dan beroperasi secara legal di Indonesia. Platform jual-beli cryptocurrency yang terdaftar dan diawasi BAPPEBTI dapat dilihat di sini.

author
Dilla Fauziyah

Editor

arrow

Terpopuler

Loading...
Coinvestasi Ads Promo Coinfest Asia 2025
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...

#SemuaBisaCrypto

Belajar aset crypto dan teknologi blockchain dengan mudah tanpa ribet.

Coinvestasi Update Dapatkan berita terbaru tentang crypto, blockchain, dan web3 langsung di inbox kamu.