Linkedin Share
twitter Share

Ekonomi · 7 min read

Hiperinflasi Makin Dekat, Bitcoin Jadi Penyelamat?

Bitcoin-Penyelamat-Aset-saat-Hiperinflasi

Bank Sentral Amerika atau The Fed diketahui telah menggelontorkan uang guna menyelamatkan ekonomi yang makin merosot karena pandemi.

Namun apakah ini benar-benar langkah penyelamatan atau malah langkah untuk membuat uang fiat semakin tidak bernilai? Apakah Bitcoin pilihan yang tepat ketika uang sudah tidak berharga?

Di artikel berikut ini akan diulas lebih lanjut mengenai inflasi, hiperinflasi dan benarkah Bitcoin pilihan yang tepat untuk menyelamatkan diri dari “bencana keuangan” tersebut?


Pengertian Inflasi

Dalam istilah awam, inflasi dapat diartikan sebagai jumlah uang yang sangat banyak untuk  ukuran jumlah barang dan jasa yang sama.

Misal di 2012 kamu beli roti ukuran 200 gram seharga Rp15.000, kemudian 2014 kamu beli roti dengan ukuran yang sama namun harganya menjadi Rp20.000. Nah ini yang dinamakan inflasi.

Setelah inflasi ada tingkatan lainnya yakni hiperinflasi, ini artinya laju uang hampir tidak terkendali.

Pengertian Hiperinflasi

Hiperinflasi dapat didefinisikan sebagai inflasi yang terjadi dengan laju lebih dari 50% sebulan.  Jika pakai analogi yang sama, maka kita asumsikan di 2016 harga satu roti itu akan menjadi Rp360.000

Dari sini jika kita pandang lebih luas, kekayaan dalam mata uang yang hiperinflasi, jumlah barang/jasa yang dapat dibeli di akhir setiap bulan akan berkurang setengahnya.

Karena butuh uang yang sangat banyak untuk mendapatkan sedikit barang. Contohnya roti tadi.

Satu-satunya cara untuk mempertahankan daya beli dalam hiperinflasi adalah dengan memiliki aset langka yang terapresiasi relatif terhadap mata uang tersebut.

Penyebab Inflasi dan Hiperinflasi

Dengan memasukkan likuiditas melalui pasar obligasi, Federal Reserve atau Bank Sentral AS mampu tidak alami menaikkan harga aset dan nilai terukur nominal lainnya. Ini pada akhirnya memberikan ilusi pertumbuhan riil.

Dengan menurunkan suku bunga, Fed pada dasarnya memberi bisnis margin keuntungan yang lebih besar. Ini tampak sebagai pertumbuhan ekonomi, tetapi kenyataannya, itu hanyalah penurunan suku bunga.

Pada grafik di bawah ini, kamu dapat dengan jelas melihat kenaikan nilai dolar AS di bulan Maret, yang menunjukkan deflasi yang kuat.

Namun karena pandemi The Fed pun terus memasukan lebih banyak likuiditas yang kembali membuat dollar terlalu banyak beredar.

Penyisipan likuiditas ini melemahkan nilai dolar sekaligus meningkatkan nilai aset yang diukur dalam dolar, contoh aset yang erat kaitannya dengan dolar adalah Bitcoin.

Selama 12 bulan terakhir saja, neraca Federal Reserve tumbuh dari 4 Triliun menjadi 6,7 Triliun dolar atau lebih dari 41% dari seluruh pasokan dolar yang pernah ada.

Ini diprediksi akan kembali meningkat dengan rencana stimulus baru senilai 1,9 triliun dolar yang diusulkan lebih besar daripada gabungan semua pencetakan uang pada tahun 2020.

Selama deflasi, nilai dolar meningkat, seiring dengan penurunan nilai aset. Selama inflasi, nilai dolar menurun, seiring dengan meningkatnya nilai aset.

Jumlah likuiditas yang sangat banyak menyebabkan harga aset naik secara default, mengingat definisi inflasi adalah lebih banyak dolar untuk jumlah barang yang sama.

Peningkatan besar-besaran dalam jumlah uang beredar M2 sejak Maret

Alih-alih masuk ke ekonomi yang lebih luas, uang dimasukkan ke dalam aset. Hal ini dapat diilustrasikan dengan perputaran uang.

Perputaran uang adalah ukuran seberapa sering uang berpindah tangan. Pada grafik di bawah ini kamu dapat melihat dengan jelas ketika ekspansi neraca Fed meningkat, kecepatan M2 Money Stock semakin cepat ke bawah.

Peningkatan besar-besaran dalam jumlah uang beredar M2 sejak Maret 2020.

Fenomena ini memiliki implikasi kemasyarakatan yang sangat besar. Ini berarti kesenjangan kekayaan meningkat, karena uang yang baru dibuat diletakkan di tangan orang kaya dan dimasukkan ke dalam aset, tidak pernah  masuk ke kalangan dengan ekonomi menengah hingga ke bawah.

Baca juga: Inflasi Tak Bisa Dihindari, Miliarder Beralih ke Bitcoin

Pada saat yang sama, rata-rata orang yang memiliki rekening tabungan semakin lemah daya belinya. Hal ini menunjukkan paradoks, The Fed yang seolah-olah mencetak uang menguntungkan masyarakat, justru sebaliknya.

Namun, pada akhirnya, uang yang baru dibuat kemungkinan akan pindah ke ekonomi yang lebih luas seiring waktu karena orang kaya menjual aset untuk membeli barang/jasa.

Bagaimanapun, aset pada akhirnya dibeli bukan untuk kepemilikan aset itu sendiri, tetapi dengan harapan dapat membeli lebih banyak barang dengan apresiasi nilai aset tersebut.

Bitcoin dan hiperinflasi

Inflasi dan hiperinflasi yang sudah di depan mata ini mau tidak mau membuat masyarakat perlu mencari alternatif lain, dan yang saat ini tengah mendapatklan pamor adalah Bitcoin.  Kenapa Bitcoin? Mari kita ulas alasannya.

Bitcoin Terbatas dan Terdesentralisasi

Menjadi protokol terprogram yang ada melalui internet, jumlah pasokan bitcoin dapat diaudit kapan saja, oleh siapa saja. Ini membuatnya sangat langka. Hanya akan ada 21 juta bitcoin yang ada, dengan koin terakhir ditambang sekitar tahun 2140.

Aspek kunci lain dari bitcoin yang membedakannya dari aset lain adalah siklus halving setiap empat tahun sekali ketika halving ini terjadi, permintaan bisa tetap sama tetapi harga akan naik pada umumnya.

Dorongan awal inilah yang memberikan momentum kenaikan harga Bitcoin. Ini terjadi pada 2012, 2016, dan terakhir pada Mei 2020.

Grafik di bawah ini menggambarkan pasokan bitcoin (garis biru) terhadap laju pasokan koin baru yang berkurang seiring waktu (garis oranye).

Pergerakan harga Bitcoin

Persediaan yang berkurang ini dapat dimasukkan ke dalam perspektif dengan mempertimbangkan hal-hal berikut: ada 18,5 juta koin setelah 12 tahun keberadaannya, tetapi koin terakhir akan memakan waktu hampir 40 tahun untuk dimasukkan ke dalam persediaan.

Selain itu bitcoin terdesentralisasi karena bekerja di jaringan blockchain, artinya tidak ada orang atau organisasi yang berkuasa dalam mengontrol bitcoin. Sehingga bitcoin dapat bekerja secara alami tanpa manipulasi dari pemerintah.

Karena itu Bitcoin bisa jadi salah satu alternatif untuk menghadapi inflasi, akan tetapi hal ini pun masih perlu pembuktian lebih lanjut dan melihat perkembangan Bitcoin menghadapi kondisi ekonomi global yang tidak menentu.

Baca juga: Ini Pentingnya Hold Bitcoin yang Kamu Miliki!


Banyak plihan aset yang bisa melindungi kekayaan dari mata uang fiat yang terus tergerus. Bisa emas, bitcoin, crypto lain dan sebagainya.

Tapi perlu diingat kembali bahwa semua pernyataan ini masih didasarkan pada teori, dan terdapat beberapa kondisi ekstrim berbeda yang mempengaruhi narasi ini.

Penerapan dalam Kasus Dunia Nyata

Perlu diketahui bahwa walau benar dalam teori Bitcoin dapat melindungi nilai kekayaan terhadap inflasi, sudut pandang ini hanya akan terbukti dalam jangka panjang.

Sebab, jika dilihat dari sudut pandang jangka pendek, Bitcoin masih memiliki volatilitas yang tinggi bahkan melebihi aset berisiko lainnya.

Hiperinflasi Makin Dekat, Bitcoin Jadi Penyelamat?
Perbandingan Rupiah dan Bitcoin Tahun 2015-2022

Jika dilihat dari jangka panjang yaitu dari Tahun 2015 hingga Tahun 2022, narasi bahwa Bitcoin melindungi terhadap inflasi, maka narasi tersebut terbukti benar.

Hal ini disebabkan dalam kurun waktu tersebut, Bitcoin bergerak naik hingga 8.607,39% sedangkan Rupiah tergerus inflasi dan turun sekitar 15,58%. Kedua perbandingan ini dilakukan terhadap Dolar Amerika.

Tapi jika melihat dalam narasi jangka pendek, teori ini belum tentu terbukti benar, terutama dalam kondisi ekstrim seperti yang terjadi di Tahun 2022.

Hiperinflasi Makin Dekat, Bitcoin Jadi Penyelamat?
Perbandingan Rupiah dan Bitcoin Tahun 2022

Jika dilihat hanya dalam Tahun 2022 dari Januari hingga Juni saja, terlihat bahwa Rupiah turun sekitar 4,73% namun Bitcoin sudah turun sekitar 59,90% terhadap Dolar Amerika.

Ini menjadi bukti pernyataan sebelumnya dimana faktor volatilitas harga dan kondisi ekstrim berpengaruh besar.

Volatilitas harga Bitcoin masih relatif tinggi karena dapat bergerak puluhan persen hanya dalam hitungan hari.

Selain itu, karena Bitcoin sudah masuk ke kategori aset berisiko dan diadopsi secara besar oleh institusi, maka pergerakan harganya akan terpengaruhi faktor makroekonomi.

Kondisi faktor makroekonomi yang menyebabkan pergerakan ini adalah inflasi tinggi yang seharusnya menjadi hal baik untuk Bitcoin.

Namun sayangnya inflasi tinggi ini terjadi bersama dengan resesi atau krisis karena adanya potensi perang dunia dan pandemi.

Hasil dari kondisi tersebut adalah stagflasi yang membuat daya beli masyarakat menurun dan harga barang pokok menjadi mahal.

Dalam kondisi ini masyarakat terpaksa menyimpan uang kas untuk mengakomodir kebutuhan hidup dan tidak membiarkan uangnya bergerak volatil di aset berisiko seperti saham dan Bitcoin.

Ditambah dengan suku bunga acuan yang naik dalam kondisi ini, maka insentif untuk menabung di bank dibandingkan membeli aset berisiko menjadi lebih tinggi.

Sehingga dalam jangka pendek atau seperti yang terjadi dalam kondisi tersebut, Bitcoin bergerak turun dan kehilangan statusnya sebagai pelindung nilai dari inflasi.

Tapi seperti yang kita lihat dalam grafik di atas, dalam jangka panjang narasi ini masih bisa terbukti benar apa lagi jika adopsi crypto terus meningkat.

Jadi teori yang disebutkan di atas belum tentu terbukti benar setiap saat dan akan sangat bergantung pada jangka waktu investasi.

Oleh karena itu jika ingin menjaga kekayaan dalam jangka panjang, maka crypto mungkin adalah aset yang tepat untuk kalian.

Tapi jika khawatir terhadap volatilitas dan pergerakan jangka pendek, ada baiknya investor perlu mempersiapkan diri terlebih dahulu dari semua aspek.

Apapun pilihan tempat pelindung aset semua ada risiko dan keuntungannya.

Baca Juga: 7 Teknik Trading Bitcoin Untuk Mendapatkan Keuntungan

Sebelum memilih ada baiknya lakukan riset lebih dahulu agar dapat mengatur startegi yang tepat dalam melindungi aset yang dimiliki.

Disclaimer

Konten baik berupa data dan/atau informasi yang tersedia pada Coinvestasi hanya bertujuan untuk memberikan informasi dan referensi, BUKAN saran atau nasihat untuk berinvestasi dan trading. Apa yang disebutkan dalam artikel ini bukan merupakan segala jenis dari hasutan, rekomendasi, penawaran, atau dukungan untuk membeli dan menjual aset kripto apapun.

Perdagangan di semua pasar keuangan termasuk cryptocurrency pasti melibatkan risiko dan bisa mengakibatkan kerugian atau kehilangan dana. Sebelum berinvestasi, lakukan riset secara menyeluruh. seluruh keputusan investasi/trading ada di tangan investor setelah mengetahui segala keuntungan dan risikonya.

Gunakan platform atau aplikasi yang sudah resmi terdaftar dan beroperasi secara legal di Indonesia. Platform jual-beli cryptocurrency yang terdaftar dan diawasi BAPPEBTI dapat dilihat di sini.

Topik

author
Dhila Rizqia

Editor

arrow

Terpopuler

Loading...
Coinvestasi Update Dapatkan berita terbaru tentang crypto, blockchain, dan web3 langsung di inbox kamu.
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...

#SemuaBisaCrypto

Belajar aset crypto dan teknologi blockchain dengan mudah tanpa ribet.

Coinvestasi Update Dapatkan berita terbaru tentang crypto, blockchain, dan web3 langsung di inbox kamu.