
Pemula
Untuk kamu yang baru mau mulai masuk dan belajar dasar - dasar cryptocurrency dan blockchain.Temukan ragam materi mulai dari Apa itu Cryptocurrency, apa itu Bitcoin, hingga Apa itu NFT.
Berita Industri · 7 min read
Pasar untuk instrumen keuangan yang ditokenisasi, atau dikenal sebagai Real-World Assets (RWA), berpotensi mencapai nilai sebesar US$18,9 triliun atau setara Rp318 ribu trilliun pada 2033.
Dalam laporan Ripple dan firma konsultan global Boston Consulting Group (BCG) yang dirilis Senin (7/4/2025), yang menilai bahwa pertumbuhan teknologi tokenisasi kini telah mendekati titik kritis atau disebut tipping point.
Angka ini mencerminkan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 53%, dan berada di tengah-tengah antara skenario konservatif senilai US$12 triliun dan proyeksi optimis sebesar US$23,4 triliun dalam delapan tahun mendatang.
Sebagai informasi, tokenisasi adalah proses listing kepemilikan dan pemindahan aset seperti surat berharga, komoditas, atau properti menggunakan teknologi blockchain. Sektor ini tengah menjadi primadona dalam ekosistem kripto, dengan berbagai institusi keuangan tradisional mulai mengeksplorasi tokenisasi demi efisiensi, penyelesaian transaksi yang lebih cepat dan murah, serta operasional selama 24 jam penuh.
Salah satu produk tokenisasi populer termasuk Blackrock’s USD Institutional Digital Liquidity (BUIDL) yang hampir menyentuh US$2 miliar dalam aset yang dikelola (AUM), dan mulai digunakan dalam ekosistem keuangan tradisional (DeFi).
Lebih lanjut, laporan tersebut menyoroti obligasi pemerintah dan surat utang AS sebagai contoh awal sukses tokenisasi. Dengan sistem ini, manajer keuangan korporasi dapat memindahkan dana kas ke obligasi jangka pendek langsung dari dompet digital tanpa perantara, memungkinkan pengelolaan likuiditas secara real-time dan berkelanjutan.
Sektor kredit swasta juga mulai dilirik karena tokenisasi dapat membuka akses ke pasar yang selama ini cenderung tidak transparan dan tidak likuid. Investor bisa mendapatkan kepemilikan fraksional dan harga yang lebih terbuka. Selain itu, pasar karbon juga dinilai sangat cocok untuk ditokenisasi, karena registri berbasis blockchain dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam perdagangan kredit emisi.
Baca juga: FSB Sebut Tokenisasi Aset Berpotensi Ancam Sistem Keuangan Global
Meski potensinya besar, Ripple dan BCG mencatat ada lima tantangan utama yang menghambat adopsi massal tokenisasi, termasuk infrastruktur yang terfragmentasi, keterbatasan interoperabilitas antar platform, perkembangan regulasi yang tidak merata, kerangka kustodian yang tidak konsisten, serta belum adanya standar smart contract yang seragam.
Saat ini, sebagian besar aset tokenisasi masih diselesaikan secara terpisah, dan penggunaan uang tunai di luar blockchain membatasi efisiensi yang seharusnya bisa dicapai. Pasar tokenisasi juga belum mampu menyediakan likuiditas sekunder secara optimal karena belum adanya standar delivery-versus-payment (DvP) yang seragam.
Lebih lanjut, regulasi juga menjadi tantangan karena kemajuan legal yang tidak seimbang antar negara. Beberapa negara seperti Swiss, Uni Eropa, Singapura, dan Uni Emirat Arab sudah memiliki kerangka hukum yang jelas, namun pasar besar seperti India dan Tiongkok masih belum memberikan kejelasan atau justru bersifat restriktif.
Laporan tersebut mencatat, adopsi tokenisasi sendiri terbagi menjadi tiga fase, termasuk fase awal, fase ekspansi, dan fase transformasi penuh. Mereka mencatat, sebagian besar pelaku industri saat ini masih berada di fase pertama dan kedua. Skala penuh baru bisa tercapai jika infrastruktur matang dan regulasi semakin seragam.
Selain potensi efisiensi tinggi, tokenisasi juga menjanjikan penghematan besar dalam proses seperti penerbitan obligasi, tokenisasi dana properti, hingga manajemen agunan. Biaya proyek tokenisasi kini juga lebih terkendali, beberapa proyek bahkan bisa dimulai dengan anggaran di bawah US$2 juta. Untuk integrasi penuh yang mencakup penerbitan, kustodian, kepatuhan, dan perdagangan, biayanya bisa mencapai US$100 juta bagi institusi besar.
Namun, laporan tersebut juga memperingatkan bahwa tanpa koordinasi industri secara luas, tokenisasi justru bisa melahirkan fragmentasi digital yang serupa dengan sistem lama.
Baca juga: ChainBank: Transformasi Perbankan Digital dengan Tokenisasi RWA
Konten baik berupa data dan/atau informasi yang tersedia pada Coinvestasi hanya bertujuan untuk memberikan informasi dan referensi, BUKAN saran atau nasihat untuk berinvestasi dan trading. Apa yang disebutkan dalam artikel ini bukan merupakan segala jenis dari hasutan, rekomendasi, penawaran, atau dukungan untuk membeli dan menjual aset kripto apapun.
Perdagangan di semua pasar keuangan termasuk cryptocurrency pasti melibatkan risiko dan bisa mengakibatkan kerugian atau kehilangan dana. Sebelum berinvestasi, lakukan riset secara menyeluruh. seluruh keputusan investasi/trading ada di tangan investor setelah mengetahui segala keuntungan dan risikonya.
Gunakan platform atau aplikasi yang sudah resmi terdaftar dan beroperasi secara legal di Indonesia. Platform jual-beli cryptocurrency yang terdaftar dan diawasi BAPPEBTI dapat dilihat di sini.
Topik
Coinvestasi Update Dapatkan berita terbaru tentang crypto, blockchain, dan web3 langsung di inbox kamu.