Pemula
Untuk kamu yang baru mau mulai masuk dan belajar dasar - dasar cryptocurrency dan blockchain.Temukan ragam materi mulai dari Apa itu Cryptocurrency, apa itu Bitcoin, hingga Apa itu NFT.
Berita Regulasi · 6 min read
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dilaporkan sedang merencanakan pembahasan terkait penyesuaian tarif pajak baru untuk transaksi kripto, yang akan dikoordinasikan bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Republik Indonesia.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi menyatakan bahwa langkah ini merupakan bagian dari proses transisi pengawasan kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK, yang dijadwalkan berlangsung pada Januari 2025.
Sebagai informasi, pemerintah telah menetapkan pajak pada aset kripto melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor 68/PMK.03/2022 yang mulai berlaku pada 1 Mei 2022. Peraturan tersebut mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi perdagangan aset kripto.
“Kalau sekarang (aset kripto) memang karena masuk dalam kategori aset kelas komoditas, tentu mengacu kepada aturan perpajakan aset kripto yang sudah diberlakukan PMK-nya. Saat ini sampai nanti beralih ke OJK, masih akan efektif berlaku (tarif saat ini),” ujar Hasan pada acara peluncuran peta jalan IAKD di Jakarta, pada Jumat (9/8/2024).
Baca juga: OJK Rilis Roadmap Pengembangan Sektor Keuangan Digital dan Kripto
Ke depannya, OJK akan berkoordinasi dengan Kemenkeu untuk menyesuaikan tarif pajak kripto setelah pengawasan resmi beralih ke OJK. Hasan mengungkapkan bahwa perubahan ini akan disesuaikan dengan pengakuan aset kripto sebagai aset digital, bukan lagi sebagai komoditas.
Saat ini, tarif pajak kripto menetapkan penjual aset kripto untuk menyetor PPh sebesar 0,1% dari nilai transaksi dan PPN sebesar 0,11% dari nilai transaksi.
Namun, bagi pedagang fisik aset kripto (exchange kripto) yang belum terdaftar di Bappebti, tarif pajaknya lebih tinggi, yaitu PPh sebesar 0,2% dan PPN sebesar 0,22%.
Selain pajak, OJK juga berencana mengatur minimum permodalan untuk aset kripto secara bertahap dengan menggunakan besaran yang ditetapkan oleh Bappebti, yakni minimal Rp100 miliar.
“Kalau misalnya dilihat dari apa yang dilakukan sekarang, rasanya dengan permodalan yang ditentukan oleh Bappebti selama ini sudah sangat memadai, yang di angka Rp100 miliar di awal itu,” jelas Hasan.
Baca juga: Pajak Disebut Biang Kerok Anjloknya Transaksi Kripto di Indonesia
Sejak Mei 2022 hingga Juni 2024, industri kripto telah menyumbang pajak sebesar Rp798,84 miliar, dengan kontribusi sekitar Rp331,56 miliar dari Januari hingga Juni 2024.
Meskipun jumlah ini terbilang tinggi, penerapan tarif pajak saat ini telah memunculkan berbagai kritik dan masukan dari pelaku industri kripto di dalam negeri, yang meminta agar pajak kripto setidaknya bisa dievaluasi agar tidak membebankan industri kripto yang masih sangat baru.
Misalnya, Chief Technology Officer (CTO) Indodax, William Sutanto, menyampaikan kepada Coinvestasi bahwa besaran pajak saat ini memperlebar selisih harga, sehingga pasar dalam negeri menjadi kurang kompetitif. Bahkan, pajak yang dibayarkan Indodax lebih besar dibandingkan pendapatannya.
Baca juga: Indodax Berharap Aturan Pajak Kripto Dikaji Kembali
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Aspakrindo dan ABI, Asih Karnengsih, mengakui bahwa penerapan pajak ini berdampak negatif pada industri kripto. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya beban yang harus ditanggung oleh exchanger, termasuk pajak, biaya exchange, biaya pendaftaran ke bursa kripto, dan lainnya.
Menurut Asih, pajak yang tinggi dapat mengurangi daya saing pelaku industri kripto lokal dibandingkan dengan exchange kripto luar negeri yang belum mendapatkan tindakan tegas dari pemerintah.
Menanggapi keluhan tersebut, Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, menyatakan pada April 2024 bahwa pihaknya telah menerima berbagai masukan dan tengah mengkaji ulang apakah tarif pajak yang berlaku saat ini sudah ideal atau perlu disesuaikan.
Baca juga: Penerimaan Pajak dari Industri Kripto di Indonesia Hampir Sentuh Rp800 Miliar!
Konten baik berupa data dan/atau informasi yang tersedia pada Coinvestasi hanya bertujuan untuk memberikan informasi dan referensi, BUKAN saran atau nasihat untuk berinvestasi dan trading. Apa yang disebutkan dalam artikel ini bukan merupakan segala jenis dari hasutan, rekomendasi, penawaran, atau dukungan untuk membeli dan menjual aset kripto apapun.
Perdagangan di semua pasar keuangan termasuk cryptocurrency pasti melibatkan risiko dan bisa mengakibatkan kerugian atau kehilangan dana. Sebelum berinvestasi, lakukan riset secara menyeluruh. seluruh keputusan investasi/trading ada di tangan investor setelah mengetahui segala keuntungan dan risikonya.
Gunakan platform atau aplikasi yang sudah resmi terdaftar dan beroperasi secara legal di Indonesia. Platform jual-beli cryptocurrency yang terdaftar dan diawasi BAPPEBTI dapat dilihat di sini.
Topik
Coinvestasi Update Dapatkan berita terbaru tentang crypto, blockchain, dan web3 langsung di inbox kamu.