Michael Saylor Beri Sinyal Borong Bitcoin di Tengah Penurunan Harga ke US$88.000

Michael Saylor kembali memberi sinyal akumulasi Bitcoin di tengah tekanan pasar yang mendorong harga Bitcoin turun ke bawah US$88.000 pada awal pekan.

Dalam postingan di X pada Minggu (14/12/2025), Chairman Strategy tersebut mengunggah sinyal yang mengindikasikan potensi pembelian Bitcoin lanjutan dengan tulisan “Back to More Orange Dots” yang disertai grafik portofolio Bitcoin milik perusahaannya.

Unggahan ini merujuk pada kebiasaan Saylor menandai setiap aksi pembelian Bitcoin dengan simbol titik oranye. Berdasarkan data SaylorTracker, pembelian terakhir Strategy terjadi pada 12 Desember dengan total 10.624 BTC, menjadi akumulasi terbesar perusahaan sejak akhir Juli.

Saat ini, Strategy tercatat memegang 660.624 BTC dengan nilai sekitar US$58,5 miliar atau setara Rp918 triliun berdasarkan harga pasar terkini. Rata-rata harga beli perusahaan berada di level US$74.696 per BTC, sehingga secara nominal kepemilikan Bitcoin Strategy masih berada di atas harga perolehan.

Baca juga: Strategy Serok 10.624 Bitcoin Senilai Rp16 Triliun

Tekanan Pasar Tekan Bitcoin ke Level Terendah Dua Pekan

Tekanan jual kembali muncul pada perdagangan Senin, membuat Bitcoin sempat turun ke level terendah dua pekan di kisaran US$88.000, berdasarkan data CoinGecko. Pola penurunan cepat yang terjadi pada perdagangan akhir pekan ini tercatat berulang dalam beberapa pekan terakhir.

Level tersebut menjadi harga terendah sejak awal Desember, ketika Bitcoin sempat terkoreksi hingga US$84.000 sebelum kembali pulih. Pada saat artikel ini disusun, harga Bitcoin telah bergerak naik kembali ke atas US$89.500.

Sejumlah analis menilai tekanan jual terbaru tidak terjadi secara terisolasi, melainkan berkaitan dengan ekspektasi kebijakan moneter Jepang. Bank sentral Jepang dijadwalkan mengambil keputusan suku bunga dalam waktu dekat, yang dinilai berpotensi memicu volatilitas di pasar aset berisiko.

Analis NoLimit menilai pasar meremehkan dampak langkah Bank of Japan terhadap Bitcoin. Ia menyoroti bahwa kenaikan suku bunga di Jepang pada periode sebelumnya kerap diikuti oleh koreksi tajam harga Bitcoin. Jepang juga dikenal sebagai salah satu pemegang terbesar surat utang pemerintah Amerika Serikat, sehingga perubahan kebijakan moneternya berpotensi memengaruhi arus modal global.

Mengutip laporan Cointelegraph, Justin d’Anethan, Head of Research di firma penasihat pasar Arctic Digital, menilai pergerakan turun ke area US$88.000 mencerminkan tekanan psikologis di pasar, meski harga telah pulih dari posisi terendah pada November.

Menurutnya, ekspektasi kenaikan suku buMenurutnya, ekspektasi kenaikan suku bunga di Jepang memicu kekhawatiran terjadinya unwinding carry trade, yang berpotensi menekan aset berisiko seperti Bitcoin. Kondisi ini mendorong sebagian pelaku pasar untuk mengurangi eksposur sambil menunggu kejelasan arah pasar.

Dalam jangka pendek, d’Anethan memperkirakan harga Bitcoin masih bergerak dalam fase konsolidasi. Ia menilai kisaran US$80.000 hingga US$100.000, berpotensi menjadi area pergerakan utama sambil menanti katalis baru yang mampu mengubah arah tren secara signifikan.

Baca juga: Standard Chartered Pangkas Target Bitcoin Jadi US$100.000 Akhir 2025