Pemula
Untuk kamu yang baru mau mulai masuk dan belajar dasar - dasar cryptocurrency dan blockchain.Temukan ragam materi mulai dari Apa itu Cryptocurrency, apa itu Bitcoin, hingga Apa itu NFT.
Berita Industri · 8 min read

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa penerimaan pajak dari transaksi aset kripto mencapai Rp1,71 triliun sejak 2022 hingga akhir September 2025. Angka ini menegaskan kontribusi signifikan industri kripto terhadap pendapatan negara di tengah pesatnya pertumbuhan ekonomi digital nasional.
Menurut data DJP yang dikutip dari Pajak.com pada Kamis (23/10/2025), total penerimaan tersebut terdiri atas Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 senilai Rp836,36 miliar dan Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) sebesar Rp872,62 miliar.
Jika dilihat dari tren tahunan, pemerintah mengumpulkan Rp246,45 miliar pada 2022, Rp220,83 miliar pada 2023, Rp620,4 miliar pada 2024, dan Rp621,3 miliar sepanjang Januari–September 2025.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menyebut bahwa sektor digital kini menjadi pendorong utama penerimaan pajak nasional.
“Realisasi sebesar Rp42,53 triliun menunjukkan bukti nyata bahwa sektor digital kini menjadi penggerak baru penerimaan pajak Indonesia,” ujarnya.
Rosmauli menambahkan bahwa pemerintah berkomitmen memperkuat sistem perpajakan yang adaptif terhadap perkembangan ekonomi digital, mulai dari Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), fintech, hingga aset kripto, agar tetap adil, efisien, dan relevan dengan kemajuan teknologi global.
Secara keseluruhan, hingga 30 September 2025, total penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital mencapai Rp42,53 triliun. Jumlah tersebut terdiri atas PPN PMSE sebesar Rp32,94 triliun, pajak kripto Rp1,71 triliun, pajak fintech peer-to-peer (P2P) lending Rp4,1 triliun, serta pajak yang dipungut pihak lain melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (Pajak SIPP) sebesar Rp3,78 triliun.
Baca juga: Indonesia Peringkat Dua Dunia Pemakaian Wallet Kripto 2025
Per 1 Agustus 2025, pemerintah Indonesia resmi menetapkan perubahan besar dalam mekanisme perpajakan kripto melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.
Dalam aturan baru ini, PPN atas transaksi kripto resmi dihapus. Namun, sebagai gantinya, tarif PPh atas penghasilan dari transaksi kripto dinaikkan signifikan dan akan berlaku penuh mulai tahun pajak 2026.
Dalam aturan baru ini, PPN atas transaksi kripto resmi dihapus. Sebagai gantinya, tarif PPh atas penghasilan dari transaksi aset kripto dinaikkan cukup signifikan dan akan berlaku penuh mulai tahun pajak 2026.
PMK 50/2025 menetapkan bahwa setiap pihak yang memperoleh penghasilan dari kegiatan kripto dikenakan PPh Pasal 22 dengan tarif 0,21%. Ketentuan ini berlaku bagi penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), hingga penambang aset kripto. Angka tersebut naik lebih dari dua kali lipat dibanding aturan sebelumnya di PMK 68/2022 yang hanya menetapkan tarif 0,1% untuk transaksi di platform berizin Bappebti.
Kebijakan ini menjadi bagian dari transisi status aset kripto di Indonesia yang semula dikategorikan sebagai komoditas menjadi instrumen keuangan digital. Pergeseran tersebut sejalan dengan peralihan kewenangan pengawasan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Januari 2025.
Baca juga: OJK dan IAI Terbitkan Panduan Pelaporan Keuangan Aset Kripto Sesuai SAK Indonesia
Di sisi lain, OJK melalui Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD), Hasan Fawzi, mencatat perkembangan pesat dalam ekosistem aset kripto nasional.
Per September 2025, terdapat 1.421 aset kripto yang dapat diperdagangkan di Indonesia dengan total 28 entitas berizin resmi, terdiri dari satu bursa kripto, satu lembaga kliring, dua pengelola kustodian kripto, dan 24 pedagang aset kripto.
Jumlah pengguna aset kripto juga terus meningkat. Hingga Agustus 2025, jumlah konsumen mencapai 18,08 juta orang, naik 9,57% dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat 16,50 juta.
Namun, dari sisi nilai transaksi, terjadi penurunan sebesar 14,53% pada September 2025, dengan total transaksi senilai Rp38,64 triliun dibandingkan Rp45,21 triliun pada Agustus. Meski demikian, secara kumulatif (year-to-date), total transaksi aset kripto di Indonesia telah mencapai Rp360,30 triliun.
Baca juga: Aset Kripto Berpotensi Ciptakan 1,2 Juta Lapangan Kerja di Indonesia
Konten baik berupa data dan/atau informasi yang tersedia pada Coinvestasi hanya bertujuan untuk memberikan informasi dan referensi, BUKAN saran atau nasihat untuk berinvestasi dan trading. Apa yang disebutkan dalam artikel ini bukan merupakan segala jenis dari hasutan, rekomendasi, penawaran, atau dukungan untuk membeli dan menjual aset kripto apapun.
Perdagangan di semua pasar keuangan termasuk cryptocurrency pasti melibatkan risiko dan bisa mengakibatkan kerugian atau kehilangan dana. Sebelum berinvestasi, lakukan riset secara menyeluruh. seluruh keputusan investasi/trading ada di tangan investor setelah mengetahui segala keuntungan dan risikonya.
Gunakan platform atau aplikasi yang sudah resmi terdaftar dan beroperasi secara legal di Indonesia. Platform jual-beli cryptocurrency yang terdaftar dan diawasi BAPPEBTI dapat dilihat di sini.
Coinvestasi Update Dapatkan berita terbaru tentang crypto, blockchain, dan web3 langsung di inbox kamu.