3 Penyebab Aksi Jual Bitcoin Imbas Tarif Impor AS

Sejak Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan akan memberlakukan tarif impor tambahan ke beberapa negara seperti Kanada, Meksiko, dan Tiongkok, pada 3 Februari lalu, Bitcoin sempat mengalami penurunan hingga 15%.

Saat artikel ini ditulis, Bitcoin mengalami kenaikan sebesar 4,5% dalam 24 jam terakhir, menyentuh harga US$91.605 atau sekitar Rp1,494 miliar, menurut data CoinMarketCap. Namun, jika melihat pergerakan harganya selama sebulan terakhir, Bitcoin turun 9%, dari yang awalnya berada di atas US$100 ribu atau sekitar Rp1,631 miliar.

Meski begitu, penurunan yang terjadi selama sebulan ini tidak hanya serta merta didasari oleh kebijakan Trump semata, terdapat faktor lain yang mendorong investor menjual Bitcoin miliknya.

Baca juga: Bitcoin Anjlok ke US$91.000 Usai Trump Bersikeras Terapkan Tarif Impor

Ketidakpastian Ekonomi Makro

Dampak dari penerapan tarif impor tambahan adalah terganggunya supply chain dan tentu saja, kenaikan harga yang dapat dibilang signifikan, terlebih, Kanada dan Meksiko merupakan dua negara mitra ekspor-impor terbesar untuk AS.

CoinTelegraph menyebut ketakutan akan tarif ini dengan “Trumpcession“, yang didasarkan pada kasus serupa pada 2019 lalu, saat Trump melakukan perang dagang dengan Tiongkok yang memicu jatuhnya indeks saham Dow Jones.

Biasanya, jatuhnya pasar saham membuat aset berisiko lain seperti Bitcoin naik. Namun, korelasi Bitcoin dengan pasar saham AS saat ini cukup tinggi, menyentuh 0,91. Membuat Bitcoin akan ikut turun jika pasar saham anjlok, seperti yang diprediksi oleh JPMorgan sebelumnya.

Tidak hanya itu, penurunan diikuti dengan investor yang menarik lebih dari US$3,5 miliar atau sekitar Rp57 triliun aset dari exchange-traded funds (ETF) spot Bitcoin berbasis AS sejak 3 Februari tersebut, menurut data Farside Investors.

Baca juga: Bitcoin Tumbang 10%, Jelang Penerapan Tarif Impor AS

Bitcoin Diperdagangkan Setiap Saat

Bitcoin dapat dengan mudah bereaksi terhadap perkembangan ekonomi makro karena diperdagangkan setiap saat tanpa pernah tutup. Hal ini membuat trader dapat dengan cepat memindahkan dana mereka ketika mendengar berita buruk atau berita baik, bahkan di akhir pekan sekalipun.

Pergerakan trader ini dapat terlihat ketika Trump mengumumkan rencana pemberlakuan tarif, yang mana pada akhir pekan (hari Minggu). Sedangkan di satu sisi, ketika Trump mengumumkan cadangan kripto strategis AS, yang juga pada hari Minggu, Bitcoin langsung merespons dengan cepat.

Hal ini membuat Bitcoin punya volatilitas yang sangat tinggi, bahkan dibandingkan dengan pasar saham sekalipun.

Baca juga: Donald Trump Pilih 5 Kripto Ini untuk Jadi Cadangan Strategis AS

Investor Taruh Dana di Tempat Lain

Hal aneh lain yang terjadi ketika Trump mengumumkan tarif tambahan adalah pergerakan harga dolar AS melalui US Dollar Index. Biasanya, kebijakan tarif yang menekan negara lain akan menaikkan harga dolar karena mengurangi impor dan menambah permintaan dalam negeri.

Namun, dolar malah ikut turun dengan Bitcoin, melawan asumsi bullish yang biasanya. Di tempat lain, Euro, emas, dan Yen mengalami kenaikan dan terus menguat sampai saat ini.

Hal ini menunjukkan bahwa investor global mencoba masuk ke ranah aset lain yang jauh daripada negara AS itu sendiri. Terlebih, pengumuman Trump menyebarkan ketakutan akan perang dagang yang berpotensi menaikkan inflasi dan memperlambat perkembangan ekonomi.

Dengan kekhawatiran seperti itu, rasanya menjadi wajar investor keluar dari aset berisiko seperti Bitcoin dan pasar saham kemudian menghindari dolar AS karena yang berada di pikiran mereka adalah AS menjadi pihak yang paling terkena pukulan nantinya.

Baca juga: Trump Berpotensi Cabut Tarif Impor, Pasar Kripto Kembali Menghijau