Pemula
Untuk kamu yang baru mau mulai masuk dan belajar dasar - dasar cryptocurrency dan blockchain.Temukan ragam materi mulai dari Apa itu Cryptocurrency, apa itu Bitcoin, hingga Apa itu NFT.
Ekonomi · 5 min read
Dollar Amerika Serikat (USD) telah menjadi mata uang reserve global selama hampir 80 tahun sejak 1944.
Penguatan dan pelemahan Dollar AS dapat mempengaruhi ke hal kompleks seperti kebijakan fiskal dan ekonomi hingga ke hal sederhana seperti pengaruh terhadap harga dari berbagai instrumen keuangan, salah satunya adalah Bitcoin.
Terdapat suatu indeks yang mengukur rata-rata tingkat penguatan dan pelemahan Dollar AS terhadap mata uang negara tertentu yakni Indeks Dollar DXY atau biasa disebut sebagai DXY saja.
Indeks ini pun seringkali dihubungkan dengan kenaikan atau penurunan Bitcoin. Bagaimana hubungan keduanya? Simak artikel ini untuk mengetahui soal DXY dan korelasinya terhadap harga Bitcoin.
DXY adalah indeks yang mengukur rata-rata nilai Dollar AS terhadap mata uang basket yang diperkenalkan pada tahun 1973.
Mata uang yang menjadi tolok ukur (basket currency) terdiri dari Euro Eropa (EUR) dengan bobot 57,6%, Yen Jepang (JPY) 13,6%, Pound sterling UK (GBP) 11,9%, Dollar Kanada (CAD) 9,1%, Krona Swedia (SEK) 4,2%, dan Swiss Franc (CHF) 3,6%.
Pemilihan basket currency awalnya adalah hubungan bilateral antara AS dan negara-negara tersebut, dan juga pertumbuhan ekonomi yang konsisten pada masanya.
DXY belum mengalami perubahan perihal basket currency walaupun keadaan ekonomi global sudah berubah pada era abad 21 ini.
Perlu diingat bahwa DXY bukanlah indeks harga seperti layaknya IHSG dan S&P 500, melainkan indeks kekuatan relatif yang berarti memiliki sebuah nilai pivot atau nilai tengah.
Pivot dari DXY adalah 100, dengan nilai di atas 100 berarti Dollar AS sedang menguat dan nilai di bawah 100 berarti Dollar AS sedang melemah.
Dalam sejarahnya, DXY sempat mengalami penguatan tertinggi pada Februari 1985 dengan nilai 164,72. Ini berarti Dollar AS menguat sebesar 164,72 – 100 = 64,72%.
Sementara nilai DXY terendah terjadi pada Maret 2008 ketika krisis moneter dengan nilai 70,7% yang berarti Dollar AS melemah 100 – 70,7 = 29,3%.
Baca juga: Analisa Korelasi Harga Bitcoin dengan IHSG dan Indeks Saham Lain
Secara teori, DXY memiliki hubungan terbalik (korelasi negatif) dengan Bitcoin yang berarti ketika DXY naik, maka harga Bitcoin cenderung turun. Sebaliknya jika DXY turun maka harga Bitcoin cenderung naik.
Teori ini berdasarkan logika sederhana dimana ketika Dollar AS menguat, maka pasang perdagangan dengan USD termasuk Bitcoin akan tertekan sebab permintaan USD juga akan meningkat, sehingga harga Bitcoin menjadi turun, dan sebaliknya.
Faktanya, teori bisa jadi tak sejalan dengan keadaan sebenarnya. Hal ini bisa dilihat dari koefisien korelasi antara DXY dan Bitcoin.
Dari grafik terlihat bahwa korelasi DXY dengan Bitcoin dari tahun 2012 tidak menunjukan satu korelasi yang sama. Hal ini berarti ada saat dimana DXY dan Bitcoin memiliki hubungan terbalik seperti pada teori. Namun, terdapat juga saat dimana DXY dan Bitcoin bergerak searah.
Jadi secara jangka panjang, belum bisa dikatakan DXY memiliki korelasi negatif yang mutlak terhadap Bitcoin. Akan tetapi jika dilihat secara jangka pendek, maka terdapat momentum korelasi negatif yang sesuai dengan teori.
Contohnya pada Agustus – November 2022, DXY menguat hingga ke level tertinggi di tahun 2022 yakni 114.78.
Angka tersebut dirasakan secara nyata, yakni pelemahan kurs Euro terhadap Dollar AS menjadi 1:1. Bahkan secara tidak langsung terasa hingga ke Indonesia dengan Rupiah yang hampir menyentuh Rp16.000 per Dollar AS.
Permintaan USD yang tinggi menyebabkan berbagai mata uang melemah, termasuk Bitcoin yang sempat menyentuh di bawah US$16.000. Hal ini membentuk korelasi negatif antara DXY dan BTC.
Akan tetapi setelah DXY memuncak dan mengalami penurunan, Bitcoin malah tetap menunjukan penurunan pada November 2022 yang membuat hubungan menjadi searah. Hal ini disebabkan karena market kripto sedang dihantam kasus FTX pada November 2022 yang menyebabkan market kripto anjlok.
Dari contoh ini bisa dilihat bahwa secara teoritis benar adanya jika DXY dan Bitcoin memiliki korelasi negatif. Namun pergerakan makroekonomi dan market kripto itu sendiri sangat dinamis sehingga teori tesebut tidak selalu tepat setiap waktu.
Baca juga: Suku Bunga AS Diprediksi Naik Lagi, Apa Dampaknya untuk Bitcoin?
DXY dan Bitcoin secara teori memiliki hubungan terbalik atau berkorelasi negatif. Dalam praktiknya, teori ini benar untuk jangka pendek waktu tertentu.
Akan tetapi jika melihat korelasi keseluruhan dalam jangka panjang, masih belum cukup untuk menyimpulkan DXY dan Bitcoin memiliki korelasi negatif sebab terdapat momen ketika DXY dan Bitcoin bergerak seirama.
Konten baik berupa data dan/atau informasi yang tersedia pada Coinvestasi hanya bertujuan untuk memberikan informasi dan referensi, BUKAN saran atau nasihat untuk berinvestasi dan trading. Apa yang disebutkan dalam artikel ini bukan merupakan segala jenis dari hasutan, rekomendasi, penawaran, atau dukungan untuk membeli dan menjual aset kripto apapun.
Perdagangan di semua pasar keuangan termasuk cryptocurrency pasti melibatkan risiko dan bisa mengakibatkan kerugian atau kehilangan dana. Sebelum berinvestasi, lakukan riset secara menyeluruh. seluruh keputusan investasi/trading ada di tangan investor setelah mengetahui segala keuntungan dan risikonya.
Gunakan platform atau aplikasi yang sudah resmi terdaftar dan beroperasi secara legal di Indonesia. Platform jual-beli cryptocurrency yang terdaftar dan diawasi BAPPEBTI dapat dilihat di sini.
Topik
Coinvestasi Update Dapatkan berita terbaru tentang crypto, blockchain, dan web3 langsung di inbox kamu.