Berita Bitcoin · 7 min read

Tingkat Kesulitan Mining Bitcoin Sentuh Rekor Tertinggi, Miner Kian Tertekan

bitcoin
Coinvestasi Ads Promo Coinfest Asia 2025

Meskipun harga Bitcoin mulai terkoreksi setelah mencetak rekor tertinggi baru, aktivitas di jaringan justru meningkat pesat. Lonjakan ini mendorong tingkat kesulitan mining atau network difficulty menyentuh level tertinggi sepanjang sejarah.

Menurut data CoinWarz, tingkat kesulitan jaringan Bitcoin kini berada di kisaran 129 triliun, naik 6,4% dalam 90 hari terakhir. Sebelumnya, pada awal Juni, angka ini sempat menembus 126 triliun untuk pertama kalinya.

Semakin tinggi tingkat kesulitan, semakin sulit pula bagi para miner untuk menambahkan blok baru ke dalam jaringan dan memperoleh reward blok. Meski begitu, ada sedikit harapan, di mana penyesuaian otomatis berikutnya yang berlangsung setiap dua minggu diperkirakan akan menurunkan tingkat kesulitan sekitar 0,33% pada 22 Agustus mendatang.

Baca juga: Bitcoin Jatuh ke US$112.000, Ini Penyebabnya

Dampak ke Miner

Kenaikan kesulitan mining berdampak langsung pada pendapatan miner Bitcoin. Nishant Sharma, Founder BlocksBridge Consulting, menulis dalam buletin terbarunya bahwa nilai hashprice, yakni pendapatan per unit daya komputasi, turun menjadi US$60 per petahash per detik.

“Hal ini mencerminkan tekanan margin yang terus berlanjut bagi para miner, karena pertumbuhan kesulitan berhasil menahan keuntungan dari kenaikan harga Bitcoin,” tulis Sharma seperti dikutip dari Decrypt.

Tekanan semakin terasa karena biaya transaksi yang dibayarkan pengguna kini hanya menyumbang porsi sangat kecil. Pada Juli lalu, biaya transaksi hanya mencakup 0,985% dari total hadiah blok, angka terendah sepanjang sejarah karena untuk pertama kalinya berada di bawah 1%. Saat ini, pendapatan miner mayoritas masih berasal dari hadiah blok tetap sebesar 3,125 BTC per blok.

Situasi miner juga diperburuk oleh kebijakan tarif impor baru yang diterapkan Presiden AS, Donald Trump. Tarif tinggi diberlakukan pada perangkat mining yang diimpor dari beberapa negara produsen utama. Perangkat asal Tiongkok kini dikenakan tarif 57,6%, sementara produk dari Indonesia, Malaysia, dan Thailand dikenakan tarif 21,6%.

Kebijakan ini sudah menimbulkan masalah hukum bagi sejumlah perusahaan mining di AS. Dikutip dari Decrypt, Iris Energy (IREN) dan CleanSpark dilaporkan menerima tagihan dari Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP) terkait impor perangkat mining sejak 2024.

CleanSpark memperingatkan bahwa jika klaim CBP ditegakkan, potensi beban tarif yang harus dibayar bisa mencapai US$185 juta. Sementara itu, IREN menghadapi sengketa senilai US$100 juta dalam kasus serupa. Keduanya saat ini sedang menantang klaim tersebut melalui jalur hukum.

Baca juga: Solo Miner Bitcoin Berhasil Kantongi Hadiah Blok Bernilai Rp6 Miliar







Disclaimer

Konten baik berupa data dan/atau informasi yang tersedia pada Coinvestasi hanya bertujuan untuk memberikan informasi dan referensi, BUKAN saran atau nasihat untuk berinvestasi dan trading. Apa yang disebutkan dalam artikel ini bukan merupakan segala jenis dari hasutan, rekomendasi, penawaran, atau dukungan untuk membeli dan menjual aset kripto apapun.

Perdagangan di semua pasar keuangan termasuk cryptocurrency pasti melibatkan risiko dan bisa mengakibatkan kerugian atau kehilangan dana. Sebelum berinvestasi, lakukan riset secara menyeluruh. seluruh keputusan investasi/trading ada di tangan investor setelah mengetahui segala keuntungan dan risikonya.

Gunakan platform atau aplikasi yang sudah resmi terdaftar dan beroperasi secara legal di Indonesia. Platform jual-beli cryptocurrency yang terdaftar dan diawasi BAPPEBTI dapat dilihat di sini.

author
Dilla Fauziyah

Editor

arrow

Terpopuler

Loading...
Coinvestasi Ads Promo Coinfest Asia 2025
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...

#SemuaBisaCrypto

Belajar aset crypto dan teknologi blockchain dengan mudah tanpa ribet.

Coinvestasi Update Dapatkan berita terbaru tentang crypto, blockchain, dan web3 langsung di inbox kamu.